Anomali Idealisme, Memahami Perspektif Pilihan Eka Handayani

Anomali Idealisme, Memahami Perspektif Pilihan Eka Handayani
Yosef Naiobe
DPRD BONE
Sosmed-Whatsapp-Green
Zonanusantara.com Hadir di WhatsApp Channel
Follow

 

 

Oleh Yosef Naiobe – Jakarta

Pergilah tebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Bukan pesona janji manis. 

Banting setir dan beralih profesi merupakan hal yang lumrah dan menyata dalam keseharian hidup. Bila kita berpegang pada dalil hidup ini suatu pilihan, maka setiap orang akan mencari untuk memilih yang terbaik di antara deretan dan bentangan pilihan lain yang tentu saja baik-baik saja.

Argumen utama yang disampaikan Socrates, tentang pilihan dan kebajikan adalah bahwa manusia tidak dapat memilih tindakan yang merugikan. Tentang pandangan sang filsuf, saya mencoba mengaitkannya dengan seorang sahabat, Eka Handayani yang kini memilih terjun langsung ke panggung politik praktis. Apa yang saya ulas dalam tulisan ini berpijak pada pengalaman empiris. Artinya sosok yang saya ketengahkan dalam tulisan ini sudah lama kenal. Dan karena itu, saya pun tidak perlu sibuk mencari tahu siapa sesungguhnya Eka Handayani, apalagi harus mencari tahu di dunia maya alias Prof. Google.

Keputusan untuk terjun ke gelanggang politik praktis dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD di kampung halamannya di Bone, bermula dari sebuah keprihatinan. Eka Handayani adalah seorang jurnalis. Ia juga merupakan ketua Wartawan Independen Bone (WIB). Sadar bahwa wartawan hanya bisa mengontrol lewat tulisan dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengeksekusi sebuah kebikan yang dianggap menyimpang di tengah masyarakat. Ya sebatas itu tugas wartawan. Menulis dan menulis. Tidak lebih dari menulis. Jika tulisan itu menyanjung pemegang kebijakan, tidak pernah mendapatkan pujian. Wartawan memang tidak membutuhkan itu. Akan tetapi, bila tulisannya mengkritik, ganjaran yang diterimanya adalah ancaman.

Baca Juga :  Penunjukkan Ayodhia Kalake Sebagai Pj Gubernur NTT Kangkangi Demokrasi

Menjadi rumit jika wartawan keluar dari role fungsinya sebagai insan pengontrol sosial. Ibarat kereta api keluar dari rel, dampaknya akan seperti apa terhadap penumpang di atas rangkaian gerbong kereta api.

Anomali Idealisme, Memahami Perspektif Pilihan Eka Handayani
Eka Handayani

Jiwa pemberontak yang telah lama bercokol dalam nuraninya bila melihat roda pembangunan tidak menetes sampai kepada masyarakat.  Masyarat sering diposisikan sebagai obyek penderita, bukan sebagai penikmat dari pembangunan yang nota bene dibayar dengan uang rakyat. Selain menulis berita, Eka Handayani acapkali turun lapangan memimpin aksi demontrasi. Pesan keberpihakan. Care terhadap grassroot (akar rumput).

Idealisme tak pernah luntur

Jauh sebelum wartawan beritasulsel. com itu memutuskan masuk kawasan politik, ia lebih banyak berdiskusi, menginput masukan dari relasi sosial yang dia miliki. Saya satu diantara relasi sosial yang dimintakan pendapat. Sebagai sesama insan pers saya mengapresiasi keputusan itu. Bagi saya, menjadi anggota dewan, fungsi dan tugas kontrol sosialnya jauh lebih luas. Tidak terbatas seperti seorang wartawan.

Anggota legislatif memiliki tiga peran. Menjalankan fungsi legislasi, menyusun peraturan atau undang-undang, fungsi kontrol yakni mengawasi eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan dan yang terakhir adalah budgeting. Menetapkan anggaran bersama pihak eksekutif.

Baca Juga :  Konsep Kepemimpinan: Coelho, Hitler dan Gandhi

Dalam perspektif ini pilihan Eka Handayani banting setir dari jurnalistik menjadi seorang politisi sangat elegan. Eka Handayani memiliki sejumpun ide yang baik. Pakar Astronot Karlina Supeli menyatakan sebagua apapun ide itu harus diimplementasikan dalam bentuk karya. Jika tidak, ide itu akan liar dan akan menjelma menjadi fantasi belaka.

Idealisme plus ketajaman hati nurani, ditambah berpikir kritis dalam mengontrol pemerintah, adalah hal baik dan membawa keberuntungan bagi masyarakat. Itulah sebabnya ketika diminta dukungan, saya hanya menitipkan dua hal : menyuarakan mereka yang tak bersuara, dan merangkul kaum yang selama ini menjadi korban marginalisasi.

Dalam tataran ini, akan dipermudah dengan adanya interaksi sosial di tengah masyarakat yang diwakilinya di lembaga legislatif. Broom dan Selznic, menuliskan interkasi sosial sebagai berikut : Interaksi sosial merupakan proses yang dilandasi oleh kesadaran adanya orang lain dan seseorang tersebut memerlukan respons terhadap tindakan orang lain. Sampai di sini saya akhiri tulisan ini. SEMOGA!

Yosef Naiobe, wartawan. Pernah tugas di Kabupaten Bone, Sulsel. Kini bekerja di Jakarta.

Ikuti Zonanusantara.com untuk mendapatkan informasi terkini.
Klik WhatsApp Channel & Google News
Dprd Bone

Related posts