JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengapresiasi gerak cepat Pupom TNI dalam menangani kasus suap di Badan SAR Nasional (Basarnas). Dalam kasus ini Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiadi terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Namun kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa ini kemudian diserahkan kepada Puspom TNI.
Menanggapi hal ini Boyamin Saiman mengatakan sejak awal ia berharap kasus tersebut diserahkan kepada Puspom TNI. Boyamain beralasan bahwa PupomTNI akan menangani perkara ini dengan sebaik-baiknya dan profesional.
“Menurut saya yakin sejak awal bahwa PupomTNI akan menangani perkara ini dengan sebaik-baiknya dan profesional. Karena apa perkara ini adalah OTT suap. Pemberi kena penerima kena. Dan TNI tidak mungkin akan melindungi pelaku,” kata Boyamin, Selasa (1/8/2023).
Boyamin menegaskan bahwa dalam penanganan kasus yang melibatkan anggota TNI akrif KPK seharusnya membentuk tim gabungan koneksitas. Jila ini tidak bisa dilakukan KPK, maka penanganan kasus ini diserahkan ke TNI.
“Buktinya TNI gerak cepat menetapkan tersangkanya dan langsung ditahan. Saya apresiasi gerak cepat puspom TNI yang menetapkan tetsangka dan menahannya,” ujarnya.
Boyamin menjelaskan jika dibawa ke pengadilan militer hukumannya akan lebih berat dari pengadilan sipil karena dianggap mempermalukan institusi TNI. Boyamin kemudian menceritakan pengalamannya pada tahun 2004, 2005 di Sukoharjo, Jawa Tengah. Ada kasus dugaan korupsi sepeda motor di DPRD setempat. Dalam proses hukum, tersangka dari sipil dibebaskan sementara anggota TNI diproses hukum hingga masuk penjara.
“Nah itu dari pengalaman itu jelas sebenarnya Pom TNI lebih profesional dan lebih form dan lebih bisa dipercaya kalau menangani kasus korupsi sepanjang itu memang prosesnya benar,” urai Boyamin.
Boyamin juga respek terhadap KPK yang sudah berhasil sekali menangani kasus Bakamla. Hanya saja pimpinan KPK sekarang gagal. Ia mencontohkan kasus helikopter AW 101, yang akhirnya tidak berproses dan bahkan KPK memanggil saksi saja tidak bisa. Kendalanya karena mengumumkan tersangka dasarnya tidak ada, sprindiknya tidak ada, wewenangnya juga tidak punya. “KPK itu berwewenang kalau kemudian membentuk tim gabungan dan dia menjadi koordinator menjadi ketua. Itu baru berwewenang. Kalau belum bentuk koneksitas belum berwewenang itu lho”tandasnya.
Karena itu pegiat anti korupsi ini meminta dewan pengawas untuk memeriksa penyidik yang menangani kasus ini. Jika tidak, ia merencanakan untuk melaporkan kasus ini ke dewan pengawas. Bilamana ditemukan pelanggaran etik maka harus diberi sanksi. Dasar pelaporan Biyamin itu pertama adalah menetapkan tersangka padahal belum ada sprindik, belum ada kewenangan yang dimiliki karena kewenangan itu dimiliki ketika membentuk tim gabungan koneksitas. Kedua minta maaf tapi kebablasan menyalahkan anak buah. Anak buahnya khilaf seperti itu. “Dua hal ini harus dibenahi dan dilakukan treatment penuh Dewan pengawas. Kalau ada dugaan pelanggaran etik harus diberi sanksi. Maka saya akan bermurah hati untuk melapor ke Dewan pengawas rabu besok,” pungkas Boyamin Saiman.
Diketahui Kasus OTT Basarnas ini terjadi pada Selasa pekan lalu di Jakarta Timur dan Bekasi. Selain mengamankan sejumlah orang, KPK juga menyita barang bukti berupa uang tunai pecahan rupiah yang diamankan.