Cerpen: Kutemukan Cinta di Rak Buku

Screenshot 2022 02 19 08 19 55 807 com.android.chrome - Zonanusantara.com
Ist

 

 

Read More
Screenshot 2022 02 19 08 19 55 807 com.android.chrome - Zonanusantara.com
Ist

Oleh : Yosef Naiobe

 

Sore itu, hujan deras mengguyur kota Padang, Sumatera Barat. Sesekali kilat memancarkan cahaya, seirama dengan guntur yang menggelegar. Luapan air yang turun dari langit pun sontak memenuhi seluruh sudut kota.

Di tempat “kisah Siti Nurbaya” yang melegenda dengan pantun inilah, aku menuntut ilmu, menyenandungkan cita-cita untuk menjadi sarjana.

Gemercik hujan yang tiada kunjung reda, memaksaku untuk terus bertahan lebih lama di toko buku ternama di kota itu. Semakin lama menikmati ritme hujan, akhirnya mengalir juga rasa jenuhku.

Entah berapa judul buku sudah kulahap. Lama-lama situasi kebatinanku terjerumus dalam alunan rasa bosan Rasanya aku ingin segera meninggalkan toko buku itu. Tapi apa daya.

Hujan seakan tak ingin berhenti. Memaksaku kembali mengamati buku-buku yang tersusun rapi di rak kayu itu. Jika ada judul yang kurasa menarik saja , aku membacanya. Ya, sekedar untuk mengusir rasa bosan, sambil menunggu hujan reda.

Astaga! Tiba-tiba mataku terantuk pada seorang pengunjung perempuan, tak jauh dari tempatku memilah buku. Penampilan gadis yang terkesan membiarkan rambut hitamnya terurai hingga bahu itu, menjelma menjadi magnet. Sungguh, menjadi magnet buatku.

Daya tariknya memesona hingga aku nyaris tak dapat mengedipkan mata sedetik pun. Semakin fokus aku memperhatikan, gemuruh batinku makin bergejolak. Oh my God…

Ada perasaan menyelidiki, seraya berharap tak ada siapa-siapa yang menemani.

Menemukan pandangan pertama pada sosok cantik itu, seketika membuyarkan rasa jenuh yang sedari tadi menghampiri. Sosok berkulit putih dengan tinggi semampai itu membuatku jadi betah. Aku jadi ingin lebih lama di tempat yang hanya selisih beberapa meter dengannya.

Aku berpura-pura saja memilih-milih buku. Sesekali curi-curi pandang. Dan diam-diam aku mengumpulkan keberanian untuk mendekatinya.

“Cari buku apa, mbak?” tanyaku ragu.

“Buku sastra, Kak.” jawabnya menggetarkan hati.

Oh, my God! Ternyata oh… Ternyata! Gayung bersambut. Deg degan aku menyapa, ia membalasnya dengan ramah. Perasaan berbunga bunga seketika menyelinap dalam rongga jiwaku. Gadis itu menyodorkan tangannya menerima salam perkenalanku.

“Sendirian, mbak?” tanyaku.

Ia mengangguk saja membuat hatiku serasa berdebar-debar.

Baca Juga :  Puisi : Bayu Senja

Pertanyaan retorika ini sebenarnya aku tahu tak penting. Tapi kuanggap ini sebagai jembatan agar aku bisa berbincang lebih lama dengannya dan tentu saja agar bisa berkenalan.

Mendekati perempuan asing, mengajaknya berkenalan, sungguh baru sekali ini aku alami. Karena aku tipe cowok pemalu, minder dan tak mudah jatuh cinta.

Kalau pun aku merasa jatuh cinta pada seorang gadis, itu pun sulit mengungkapkannya. Ya, memang ini masalah karena bisa memengaruhi mentalku sebagai laki-laki yang sulit mendekati perempuan. Karena ketika disukai cewek-cewek, aku merasa grogi, kurang percaya diri.

Kata teman-teman, aku ini mahasiswa kelewat serius pada urusan kuliah sehingga mengabaikan asmara. Padahal sebenarnya tidak begitu juga. Lebih tepatnya adalah pembawaanku yang sulit mencari teman.

Waduh, jangankan bicara romantis dan menghanyutkan, mengobrol saja aku tidak bisa. Bahkan pernah suatu kali, ada cewek yang naksir, bisa-bisanya aku diamkan berhari- hari. Aneh kan?

Suatu waktu, Irfan mau mengajak Anita sepupunya datang ke kosku. Katanya sih ingin kenalan. Tapi dengan halus aku menolaknya, dengan alasan masih fokus pada kuliah karena aku tak mau mengecewakan pengorbanan orangtua.

“Maaf, Bro. Aku harus fokus untuk kuliah. Tak mau mikir cewek dulu.” kilahku.

Aku bilang pada Irfan, sebagai anak petani jauh-jauh dari kampung, aku hanya menggenggam semangat untuk melambungkan cita-cita jadi sarjana.

Saat itu, Irfan sangat kecewa. Aku tahu. Apalagi Anita masih satu kampus dengan kami, hanya beda fakultas. Anita di jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sementara aku dan Irfan, jurusan teknik arsitek, Fakultas Teknik.

“Bob, aku ingin bicara sesuatu padamu,” kata Irfan suatu waktu.

Asyik ngobrol, Irfan tanpa basa-basi, menyatakan ingin menjodohkanku dengan Anita. Tahu maksudnya, aku berusaha bersikap netral agar Irfan tidak kecewa.

“Kenapa harus aku? Kan masih ada Rochim, Cahyadi, atau Eros,” jawabku mencoba mengalihkan celoteh Irfan.

Mereka bertiga adalah teman seperjuangan sejak di SMA, kami kelompok anak band, yang jadi idola para remaja. Dan pertemanan kami berlanjut hingga masuk perguruan tinggi.

Aku melihat wajah Irfan memerah, memendam rasa kecewa. Niat mempertemukan aku dengan Anita bertepuk sebelah tangan. Keheningan sesaat melintas. Kami diam tanpa sepatah kata pun. Seperti angin, kata-kata Irfan tertiup makin menjauh.

Baca Juga :  Cerpen : Pak Yunan

Seperti itulah aku. Dingin. Mungkin lebih dingin dari es yang tersimpan dalam kulkas.

Maka kurasa begitu aneh. Ketika melihat perempuan itu aku sangat tertarik. Aku semakin penasaran padanya. Aku terus saja memperhatikan, sambil mendekatinya yang masih berkutat di depan rak buku. Diam-diam aku mulai memberi perhatian lebih. Kalau ngobrol pikiranku mulai fokus pada dirinya.

“Hemmm, boleh tahu namanya, ya?” tanyaku lebih berani.

Permintaan ini terucap begitu saja seperti panah melesat dari busurnya.

“Oh boleh, Kak.” jawabnya sambil menyebutkan nama, Rosmeri.

Mengobrol dengan Rosmeri tiba-tiba aku seperti dihadapkan pada layar yang terbuka lebar. Aku mulai merasakan getar rindu dan asmara yang meletup letup dalam diriku.

Di luar sana, langit seakan merasakan dua sejoli yang lagi jatuh cinta. Hingga menjelang malam, hujan tak juga menunjukkan tanda akan berhenti. Kilat pun terus menyambar.

Waktu bergerak ke angka sembilan. Ketika dia pamit pulang, jiwaku terasa kosong. Kaki terasa tak berpijak. Terbayang pada wajah Rosmeri sebagai sosok perempuan yang asyik berbincang tentang banyak hal.

Aku mulai kelabakan ketika ia melangkah keluar dari toko. Sebuah taksi berhenti di hadapannya. Hanya dalam hitungan menit, sosok itu menghilang, tinggalkan aku yang masih mematung seorang diri di depan toko buku.

Aku mulai sadar. Aku benar-benar mencintai Rosmeri. Dia satu satunya perempuan yang mampu merobohkan rasa minder yang bertahun tahun mengendap dalam diriku. Dan baru kali ini aku merasakan kehilangan gairah hidup tanpa Rosmeri. Sehari saja tak ada kabar, aku seperti masuk dalam lorong waktu yang menyiksa.

Andaikan hati ini bisa dibelah, kamu akan menemukan selaksa cinta ini pada dirimu

Langit di angkasa tampak memerah. Perlahan sang Surya mulai tenggelam. Iringan musik alam, mengalun lewat hembusan angin menghantar kepergian senja. Malam pun mulai tenggelam. Pesona Rosmeri terus membayangi hingga ke alam mimpi.

Andaikan matahari pagi tak pernah hengkang. Flamboyan tak pernah resah sepanjang musim, cinta akan terus melegenda laksana bunga yang tak pernah layu. Ia simponi yang menghadirkan album yang indah.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *