
BONE–Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengadakan dialog terbuka dengan masyarakat, yang bertujuan untuk merespons keluhan masyarakat terkait pemadaman listrik bergilir yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Dialog tersebut melibatkan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LAKI Pejuang 45 dan berlangsung di Bunir Cafe pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Plt Ketua LAKI Pejuang 45, Hardin SSI, SPd MPd, menyampaikan keluhan utama, yaitu lamanya pemadaman bergilir yang sudah dirasakan selama tiga bulan terakhir. Menurutnya, pemadaman terjadi hampir setiap hari, baik pagi maupun malam, dan bahkan KWH (kilowatt-hour) mereka dicabut oleh PLN meskipun belum membayar tagihan selama tiga bulan.
“Kami datang ke sini untuk menuntut agar pemadaman lampu dengan alasan manajemen beban dihentikan. Kami meminta agar tidak ada lagi pemadaman, dan jika harus dilakukan, maka harus dicarikan solusi yang memadai,” ujar Hardin.
Selain itu, masyarakat juga mengeluhkan jadwal pemadaman yang dianggap tidak sesuai dengan perencanaan mereka. Mereka berharap agar PLN dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan konsisten mengenai jadwal pemadaman.
Poin penting lainnya yang disoroti adalah kerusakan peralatan elektronik akibat pemadaman. Laporan dari masyarakat menyebutkan bahwa ratusan alat elektronik mereka rusak. Oleh karena itu, mereka menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita.
Sekjen DPP LSM LAKKI Pejuang 45 Pusat, H. Hasbi, SH, MH, juga turut menyuarakan aspirasi masyarakat. Ia mengkritik alasan PLN yang selalu mengaitkan pemadaman dengan kendala debit air sebagai alasan klasik. Hasbi mengusulkan agar PLN mempertimbangkan alternatif, seperti penggunaan air laut untuk menghasilkan air tawar, serta pembangkit listrik dari tenaga uap.
Dalam dialog tersebut, juga disoroti masalah penyambungan ilegal yang berpotensi menyebabkan korsleting listrik. Masyarakat meminta agar PLN lebih tegas dalam menangani masalah ini.
Pengumuman jadwal pemadaman listrik juga menjadi perhatian, karena terkadang pemadaman terjadi sebelum jadwal yang telah ditentukan. Masyarakat menginginkan konsistensi dalam pengumuman jadwal pemadaman.
Tak hanya itu, pemadaman lampu dalam wilayah layanan umum, seperti rumah sakit, puskesmas, polres, dan korem, juga menjadi perhatian masyarakat. Mereka meminta agar PLN memberikan alternatif solusi, seperti penggunaan generator atau sumber listrik cadangan.
Hasbi juga mengusulkan kerja sama dengan majelis ulama dan kelompok agama lainnya agar informasi mengenai pemadaman dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Pada akhir dialog, masyarakat mengusulkan agar PLN memasang solar cell di pusat pembangkit listrik tenaga uap dan diesel. Hal ini dianggap sebagai tindakan kepedulian terhadap lingkungan dan dapat mengurangi dampak pemadaman listrik.
Masyarakat juga mengharapkan PLN memikirkan kompensasi bagi warga yang terdampak pemadaman, terutama mereka yang kurang mampu. Mereka berpendapat bahwa tanpa kompensasi, PLN tidak akan dianggap berpihak kepada masyarakat.
Dialog ini merupakan langkah positif dalam menjalin komunikasi antara PLN dan masyarakat, serta memberikan harapan untuk menemukan solusi yang memadai terkait pemadaman listrik yang terjadi akhir-akhir ini.
Menanggapi hal tersebut, Ridjal Abdul Rasyid, Manager PT. PLN (Persero) UP3 Watampone mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan listrik di Sulawesi Selatan. Salah satu faktor penting adalah kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan debit air berkurang pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), yang merupakan salah satu pemasok daya terbesar dengan kapasitas 852,9 MW dalam sistem kelistrikan Sulawesi Selatan. Akibatnya, pola pengoperasian PLTA dan PLTMH terbatas menjadi 284 MW.
Selain itu, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang menjadi salah satu penopang sistem kelistrikan juga mengalami kendala dalam variasi musim. Kemudian, pembangkit listrik tenaga bayu Jeneponto dan Sidrap yang semula mampu memasok daya sebesar 130 MW saat ini hanya mampu memasok 20-30 MW. Upaya relokasi pembangkit dengan total daya 85 MW juga belum memberikan hasil maksimal.
Sementara itu, A. Mallombassi, Asisten Manager Pemasaran Pelayanan Pelanggan, menegaskan bahwa meskipun pemadaman listrik merupakan masalah yang signifikan bagi masyarakat, PLN memiliki mekanisme kompensasi yang diatur oleh aturan pemerintah. “Kita mengacup pada Peraturan Menteri ESDM no. 17 tahun 2017 mengenai kompensasi. Kami sebagai pelaksana menjalankan sesuai aturan. Jika memang terdampak sesuai dengan ketentuan, pasti ada kompensasi dari pemerintah,” kata A. Mallonbassi.
Dalam situasi yang kompleks ini, PLN UP3 Watampone terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan dan mengatasi keterbatasan yang dihadapi dalam menyediakan pasokan listrik yang andal bagi masyarakat Sulawesi Selatan. (*)