
JAKARTA – Para pekerja rumah tangga (PRT), khususnya perempuan rentan mengalami perlakukan diskriminatif dan kekerasan.
Fakta ini mendorong pemerintah untuk menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang saat ini masuk dalam RUU Prioritas 2023 untuk dapat segera disahkan.
Ratna Susianawati selaku Deputi Perlindungan Hak Perempuan (Kemen PPPA) mengatakan, RUU PPRT sangat penting untuk melindungi baik pekerja, pemberi pekerja juga penyalur kerja.
Saat ini, lanjut dia, regulasi terkait pekerja rumah tangga masih setingkat kementerian.
Menurut Ratna, regulasi untuk meletakkan legal standing yang tinggi setingkat UU sangat dibutuhkan. “Ini penting bila melihat data dan fakta ada kecenderungan pekerja rumah tangga yang sebagian besar perempuan dan termasuk di dalamnya ada anak-anak,” kata Retna dalam diskusi FMB9- yang digelar secara daring, Senin (30/1/2023).
“Ini yang menjadi perhatian kita semua. Esensi yang akan diusung dari RUU ini yang pertama adalah memberikan pengakuan dan perlindungan kepada pekerja, pemberi kerja dan juga penyalur,” tambahnya.
Saat ini, para pekerja yang notabene perempuan masih rentan mengalami diskriminasi, kekerasan dan bahkan eksploitasi. Regulasi setingkat UU, lanjutnya, juga untuk memastikan bagaimana hal itu tidak terjadi.
“Ini yang menjadi suport kami di Kementerian PPPA sebagai kementerian yang dimandatkan agar negara hadir menyusun berbagai kebijakan terutama untuk memberikan perlindungan kepada perempuan khususnya pekerja rumah tangga,” bebernya.
Lebih lanjut, Ratna menyampaikan bahwa lima tahun ke depan Kemen PPPA berkomitmen untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini sesuai arahan Presiden Jokowi.
“Ini yang terus kita dorong bagaimana memastikan berbagai aturan perundangan. Karena kalau kita lihat saat ini, masih rentan kekersan rumah tangga, terkait perdagangan orang, perlakuan diskriminatif. Kemen PPPA berkomitmen untuk memastikan ruang-ruang dan juga aksesibilitas korban kekersan utamanya pekerja rumah agar mendapatkan pendampingan hukum dan layanan sesuai kepentingan hak-hak yang harus dipenuhinya,” papar Ratna.
Selain itu, Kemen PPPA juga terus melakukan kampanye secara masif mendorong para pekerja rumah tangga agar berani bersuara ketika mengalami kekersan.
“Saat ini yang terus kita dorong adalah kampanye-kampanye yang masif agar perempuan bisa bersuara ketika mengalami diskriminasi dan kekerasan,” ujarnya.
Sebap itu, tambahnya, pihaknya juga melakukan pelatihan dan pemberdayaan serta pendampingan, supaya pekerja rumah tangga tidak hanya bekerja di dalam negeri.
“Ini yang kami lakukan secara masif dan tentunya kami berkolaborasi dengan lembaga yang lainnya,” imbuhnya.
Lanjutnya, RUU PPRT akan mencakup regulasi terkait antara lain jaminan kerja, jam kerja, cuti, jaminan kesehatan.
“Hal- hal yang menjadi titik kerentanan harus dipastikan. Misalnya skil. Ini penyebabnya antara pemberi kerja dan pekerja harus ada kontrak kerja. Siapa berbuat apa siapa melakukan apa. Ini untuk menghindari terjadinya salah pengertian yang berujung kepada perlakuan kekersan,” pungkasnya.