
Jakarta – Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) meminta Pemerintah terutama melalui Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan perhatian pada budidaya singkong serta pengolahannya, yakni modified cassava flour (mocaf) yang sifatnya baik secara fisik maupun kimiawi mendekati tepung terigu.
“Negara perlu memberi perhatian. Mocaf bisa menjadi makanan alternative seperti apa yang dibuat dengan tepung terigu,” Ketua bidang advokasi dan kebijakan MSI, Utama Kajo kepada wartawan Rabu (14/09/2022).
Selain, mocaf juga bebas gluten sampai 100 persen. Gluten tentunya ada yang baik dan ada yang kurang baik untuk kesehatan manusia, namun tepung mocaf baik untuk human consumption. Petani singkong juga perlu didorong produktif sehingga mocaf dapat menjadi makanan pendamping beras atau nasi dan makanan pokok lainnya.
Rakyat Indonesia, terutama petani semakin lebih paham, lebih mampu mengolah tanaman singkong sampai menjadi mocaf. Hal ini tidak lepas dari peran para pakar dari berbagai kampus untuk berbagi keilmuan dan keahlian pengolahan singkong.
“Ternyata, masyarakat di tempat-tempat tertentu terkonsentasi menghasilkan mocaf yang baik, bisa dinikmati masyarakat sekitarnya,”kata Utama Kajo.
Masyarakat di sentra-sentra (produksi) tertentu menghasilkan produk makanan yang baik, sehat, murah. Yang perlu dilakukan sekarang, bagaimana meningkatkan kapasitas produksinya, mengedukasi masyarakat sehingga produksi efisien, higienis, dan pemanfaatan teknologi sederhana.
Sementara itu, Kelompok Tani Setia (KTS) kabupaten Bogor Jawa Barat mengaku dulunya sempat menanam padi. Tapi seiring waktu, petani mulai beralih tanam singkong.
“Dulu, hasilnya sekitar 3 kilogram/pohon. Setelah itu, hasil meningkat sampai 5 kilo/pohon. “Sejak kelompok tani dibentuk tahun 2004, ada peningkatan kesejahteraan petani singkong,” Ujang dari KTS.
Selain, Balai Pasca Panen Kementerian Pertanian juga memberi pelatihan kepada para petani yang aktif di KTS. Sambil menanam, petani juga sudah mulai berpikir mengenai strategi pemasaran. Harga penjualan memang sempat menjadi kendala. Harganya waktu pertama kali dianggap lebih mahal daripada terigu pada tingkat konsumen. KTS melakukan fermentasi pada pengolahan, singkong menjadi mocaf. Harganya menjadi Rp 15.000/kg.
“Konsumen kelas menengah ke bawah tetap keberatan dengan harga tersebu. Kami tidak berhenti mendidik masyarakat untuk bikin mocaf dari limbah singkong. Lalu, konsumen mulai terima karena sudah melihat manfaatnya,” kata Ujang. (Setiawan Liu)