JAKARTA,- Dalam rangka mewujudkan adanya partisipasi aktif dan bermakna dari akar rumput, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) mitra INKLUSI bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian PPN/Bappenas akan menggelar Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan (Munas Perempuan) 2024.
“Kegiatan didukung oleh Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI),” tulis Mutya Gustina, KAPAL Perempuan dalam rilis yang diterima, Selasa (26/3).
Mutya Gustina mengatakan, kegiatan munas perempuan yang kedua ini, merupakan kelanjutan dari upaya kolaboratif yang dimulai pada tahun 2023 untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi kelompok-kelompok rentan dan marginal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional. Hasil rumusan masukan akar rumput di Munas Perempuan 2023 lalu telah diintegrasikan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
“Berbagai bentuk tantangan dan hambatan struktur geografis kewilayahan serta akses dalam upaya menjangkau seluruh suara akar rumput, kami menggelar Munas Perempuan dalam dua tahap yaitu daring dan luring,” kata Mutya.
Tahap pertama, imbuh Mutya, akan digelar secara daring (online) pada 26-27 Maret 2024 serta secara luring (offline) pada 19-20 April 2024 di Bali.
Meskipun digelar secara daring, beber Mutya, pihaknya mengestimasikan akan ada 3000 perempuan yang akan hadir dan memberikan suaranya secara aktif dan bermakna serta akan secara fokus membahas 9 agenda utama yaitu, Kemiskinan Perempuan (Perlindungan Sosial), Perempuan Pekerja (Pekerja Migran Indonesia), Pekerja Rumah Tangga (Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kerja Layak, Pekerja dengan Disabilitas), Penghapusan Perkawinan Anak; Ekonomi Perempuan Berperspektif Gender, Kepemimpinan Perempuan (Partisipasi Perempuan dalam Pengambilan Keputusan), Kesehatan Perempuan (Kesehatan Mental, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Perempuan), Perempuan dan Lingkungan Hidup (Pengelolaan Sumber Daya Alam, Masyarakat Adat), Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, serta Perempuan dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
Menurutnya, proses yang diikuti oleh perempuan dan kelompok rentan dari level akar rumput ini akan membahas sembilan agenda dan merumuskan usulan perempuan dan kelompok marginal, untuk masukan pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian/Lembaga, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di pemerintah daerah wilayah terpilih.
“Sebelum gelaran Munas Perempuan 2024 secara daring yang diselenggarakan esok, kami telah melalui berbagai tahap untuk memastikan partisipasi aktif perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal,”ujarnya.
Tahap pertama, imbuh Mutya, adalah musyawarah tingkat daerah, yang melibatkan forum di tingkat desa, kelurahan, kecamatan, serta kegiatan tematik bersama OMS. Pada tahap ini, data kualitatif dan kuantitatif akan dikumpulkan dan dianalisis untuk menyusun rekomendasi kebijakan.
Tahap kedua adalah penyusunan masukan dan rekomendasi kebijakan berdasarkan hasil musyawarah tingkat daerah.
“Setelah Munas Perempuan 2024 secara daring terlaksana esok, hasilnya kami rumuskan dalam draft yang akan kami dibahas secara lebih detail pada Munas Perempuan 2024 secara luring di Bali. Berbagai tahapan yang kami lalui nantinya akan kami susun menjadi ringkasan kebijakan tematik dalam proses perencanaan pembangunan. Diharapkan Munas Perempuan 2024 dapat memberikan rekomendasi yang konkret dan dapat diimplementasikan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan terkait,” kata Mutya.
Munas ini, sebut Mutya, merangkul 38 provinsi, dengan perwakilan dari kabupaten dan desa di wilayah program INKLUSI, Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) Kementerian PPPA.
“Serta jaringan organisasi masyarakat yang fokus pada isu perempuan, anak, disabilitas, dan kelompok marginal untuk menyuarakan perspektif kesetaraan gender dan masyarakat inklusif sehingga tidak ada satu orang pun yang tertinggal dalam pembangunan Indonesia,”tukasnya.
Partisipasi aktif perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal lainnya, pungkas Mutya, sangat diperlukan dalam proses perencanaan pembangunan Indonesia dalam upaya mewujudkan terpenuhinya asas partisipasi yang bermakna dalam setiap tahapan pembangunan. Ini diwujudkan dalam rangka memastikan bahwa tak boleh ada seorangpun yang tertinggal dalam setiap tahapan pembangunan.
“Setiap suara dari akar rumput adalah berharga karena kita akan menjadi aktor sekaligus subyek dalam pembangunan itu sendiri. Maka dari itu, perspektif inklusivitas harus dipakai sejak dalam jenjang perencanaannya,”pungkasnya.