Jakarta – Bisnis sepeda sempat panen cuan (keuntungan besar) di masa pandemic covid-19, bahkan kapasitas produksi berbagai pabrik sudah maksimal tapi belum bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri. “Idealnya, kapasitas produksi pabrik 80 persen. Itu (prosentase) maksimal. Tapi permintaan pasar sangat tinggi waktu covid,” Ketua Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo), Eko Wibowo Utomo Selasa (22/8).
Seiring dengan meredanya covid, dan Pemerintah menghapus aturan wajib protokol kesehatan, permintaan pasar terhadap sepeda melandai. Artinya, masyarakat kembali beraktivitas rekreasi ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Hal ini seiring dengan terbitnya Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Covid-19. “Penetrasi pasar sudah optimal, dan sekarang melandai. Masyarakat tidak jor-joran lagi beli sepeda. Industry sepeda sekarang mengalihkan produksi pada sepeda listrik, moped (mirip scooter). Kalau scooter tidak ada pedal, (sebaliknya) moped ada pedalnya, bisa digowes, bisa membonceng (penumpang) di belakang. Sepeda listrik juga sudah ada SNI (standard nasional Indonesia) sukarela,” kata Eko Wibowo.
Sementara itu, industry sepeda listrik di PIK (Perkampungan Industri Kecil) Pulogadung Jakarta Timur mengaku pernah penjajakan pengembangan motor dan sepeda listrik dengan dinas perindustrian Pemprov DKI Jakarta. “Mereka support secara penuh, bagaimana menjembatani langkah, pencarian dana untuk minimal cari investor,” Charles Chai, salah satu industry kendaraan listrik mengatakan kepada Redaksi beberapa waktu yang lalu.
Tetapi permasalahan birokrasi, upaya penjajakan hanya sampai pada kepala dinas perindustrian. Begitu ada rotasi atau pergantian (kepala dinasnya), anak buah dan staf tidak ada yang mengerti. Ketika rapat penjajakan rencana pembangunan industri sepeda/motor listrik di PIK Pulogadung, akhirnya hilang. “Padahal dana cukup besar (Pemprov DKI Jakarta). Kami ajukan sekitar 800 milyar rupiah saat itu,” kata Charles.
Bank DKI bahkan sempat meminta proposal. Lalu industry di PIK dikenalkan pada Direktur Utama JIEP Pulogadung. Setelah mengikuti meeting dengan BoD (board of director), dinas-dinas, kementerian perindustrian, direktur Bank DKI, semua sudah mengerucut pada satu kesimpulan. “(akhirnya) sampai disitu. ketika kita mau jalan lagi, kondisi dinas perindustrian drop. Pergantian kepala dinas masih gantung, lalu tidak ada lagi yang _follow-up_ . Kejadian tersebut tiga tahun yang lalu,” kata Charles. (Setiawan Liu)