Pelita Air, Andalan Baru Bisnis Penerbangan Nasional

Pelita Air, Andalan Baru Bisnis Penerbangan Nasional
Istimewa
Sosmed-Whatsapp-Green
Zonanusantara.com Hadir di WhatsApp Channel
Follow

 

Oleh: JANNES EUDES WAWA

Di penghujung April 2022, sewaktu dunia sedang berjuang memerangi wabah Covid-19, Pertamina justru melakukan menuver menarik. Badan Usaha Milik Negara bidang minyak dan gas tersebut memasukan Pelita Air Service untuk bermain dalam bisnis penerbangan berjadwal (reguler).

Padahal, bisnis ini memiliki persaingan yang sangat ketat, berisiko tinggi dan padat modal. Belum lagi model dan budaya bisnis ini berbeda jauh dengan pergulatan Pelita Air sejak berdiri pada 24 Januari 1970, yakni melayani sewa pesawat.

Ada keyakinan bahwa saat itu adalah momentum yang tepat melakukan tranformasi bisnis penerbangan Pelita Air Service. Model yang lama tetap terpelihara, tetapi potensi pasar penerbangan niaga berjadwal juga jangan terabaikan. Indonesia adalah negara dengan ribuan pulau sehingga penerbangan merupakan transportasi yang paling efektif dan efisien.

Meski demikian, Pertamina pun tidak main-main. BUMN yang baru genap berusia 66 tahun pada 10 Desember 2023 lalu itu sadar betul tentang maraknya persaingan. Apalagi bisnis penerbangan menuntut standar kerja yang tinggi dengan pendapatan dalam bentuk rupiah, sedangkan biaya seluruh komponen produksi menggunakan mata uang asing, yakni dollar AS atau euro.

Transformasi bisnis

Untuk menghadapi persaingan itu, Pertamina pun rela melakukan investasi cukup besar. Untuk pesawat, misalnya. Sejak mengoperasikan penerbangan berjadwal pada 28 April 2022, Pelita Air terus-menerus mendapatkan pesawat baru merek Airbus 320-200 berkapasitas 180 kursi kelas ekonomi. Hingga akhir November 2023, Pelita Air telah memiliki 10 pesawat A320-200.

Jumlah pesawat tersebut akan terus bertambah setiap tahun. Pada Desember ini tiba lagi satu pesawat dengan jenis dan tipe serupa sehingga menjadi 11 unit. Tahun 2024 masuk lagi sekitar enam unit A320-200. Bahkan, ditargetkan tahun 2024, Pelita Air mengoperasikan 18 unit pesawat yang sama.

Selama ini telah melayani rute dari Jakarta menuju ke 10 kota, yakni Yogyakarta, Bali, Surabaya, Palembang, Padang, Pekanbaru, Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin dan Sorong.  Dengan frekuensi sekitar 40 penerbangan per hari. Rute dan jumlah penerbangan akan terus bertambah seiring penambahan jumlah pesawat.

Baca Juga :  Bangunan Irigasi Tetap Kokoh Saat Gempa di Malang

Data yang terhimpun menyebutkan selama 1 Januari 2023-30 November 2023, Pelita Air telah mengangkut 1.117.000 penumpang. Jumlah penumpang yang terangkut mencapai rata-rata 6.000 orang per hari.

Tingkat keterisian penumpang rata-rata 85 persen. Jumlah ini tergolong tinggi. Hal ini juga menandakan maskapai Pelita Air hadir sesuai kebutuhan masyarakat. Kepercayaan akan terus tumbuh dan berkembang sesuai kualitas pelayanan dari Pelita Air.

Pelita Air, Andalan Baru Bisnis Penerbangan Nasional
Ist

Artinya, transformasi bisnis penerbangan Pelita Air telah memberikan harapan dan keyakinan bahwa maskapai ini telah berada dalam jalur bisnis yang benar dalam momentum yang tepat. Itu sebabnya, maskapai ini memiliki potensi untuk berkembang lebih besar lagi dan menjadi salah satu pemain handal.

Gambaran potensi

Setidaknya ada sejumlah kondisi yang memungkinkan Pelita Air dapat bertumbuh maksimal. Pertama, bisnis Pelita Air tidak mengalami dampak yang serius akibat serangan Covid-19, sebab selama ini fokus melayani penyewaan pesawat. Pelita Air baru memasuki penerbangan berjadwal pada 28 April 2022. Artinya, secara keuangan tidak terganggu.

Kedua, saat ini jumlah pesawat komersial berjadwal untuk penerbangan dalam negeri masih terbatas. Menurut data Kementerian Perhubungan, hingga 30 Agustus 2023, jumlah pesawat yang dioperasikan untuk penumpang niaga berjadwal sebanyak 393 unit. Pesawat yang sedang perawatan 173 unit. Sementara kebutuhan idealnya 700 unit pesawat.

Ketiga, sekitar 40 persen biaya operasional pesawat adalah avtur atau bahan bakar minyak. Harga avtur selalu mengikuti harga minyak dunia. Belakangan harga avtur selalu naik.

Hal tersebut sering menjadi masalah bagi sejumlah maskapai. Akan tetapi, bagi Pelita Air, persoalan ini takkan menjadi kendala serius, sebab Pertamina pasti tetap menyuplai avtur sebagai bagian dari investasi.

Budaya kerja

Akan tetapi, ada sejumlah persoalan juga bakal menghadang Pelita Air. Jika masalah ini tidak tertangani dengan baik, berpeluang maskapai ini bakal berjalan agak tertatih juga.

Pertama, adanya depresiasi nilai tukar rupiah. Melemahnya nilai tukar rupiah ini  menjadi beban serius bagi industri penerbangan, terutama maskapai Indonesia yang hanya mengandalkan penerbangan domestik. Penerbangan ini pendapatannya hanya dalam bentuk rupiah. Padahal hampir semua komponen produksi penumpang berkaitan dengan nilai tukar asing, yakni dollar AS. Misalnya biaya sewa pesawat, suku cadang, dan asuransi.

Baca Juga :  Ketua DPD RI Dorong Realisasi Proyek Strategis Nasional di Jatim

Kedua, Transformasi bisnis Pelita Air menuntut budaya kerja yang lebih responsif, lebih aktif dalam mempromosikan dan memasarkan maskapai ini kepada publik. Promosi itu melalui publikasi media massa, media sosial  dan media lainnya.

Dengan demikian, Pelita Air menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat. Setelah itu menjadi pertama setiap kali mereka ingin terbang ke kota yang juga ada penerbangan Pelita Air.

Sejauh ini, harapan tersebut belum terwujud. Hal ini mungkin saja karena selama 52 tahun, Pelita Air hanya fokus mengurusi penyewaan pesawat yang tidak perlu atraktif dalam melakukan promosi, sebab sudah memiliki pelanggan yang jelas dan riil. Kadang promosi dan publikasi sering terabaikan.

Jadi jembatan

Ketiga, selama ini Pertamina dan semua anak usahanya memiliki sejumlah aktivitas pemberdayaan masyarakat melalui program tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsilibity/CSR). Misalnya, pendampingan desa wisata, usaha kuliner serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Pelita Air dapat melakukan kolaborasi dan menjembatani kepentingan itu. Maskapai ini dapat mempromosikan desa wisata dan memasarkan produk UMKM.

Pilihan lain yakni, Pelita Air melakukan sinergi dan kerjasama dengan biro perjalanan memasarkan paket wisata. Salah satu yakni mengajak wisatawan mengunjungi desa wisata, menikmati kuliner dan membeli produk UMKM hasil binaan kelompok usaha Pertamina.

Melihat peluang-peluang yang ada, maka transformasi Pelita Air saat ini merupakan pilihan yang tepat. Perannya tidak semata-mata memperkuat penerbangan niaga berjadwal nasional, tetapi lebih dari itu dapat mendongkrak ekonomi masyarakat melalui pariwisata. Itu sebabnya, semua pihak yang terlibat dalam transformasi bisnis Pelita perlu lebih atraktif dan responsif.

 

JANNES EUDES WAWA

wartawan senior

Ikuti Zonanusantara.com untuk mendapatkan informasi terkini.
Klik WhatsApp Channel & Google News

Related posts