Kota MALANG – Proses lelang belanja jasa kontruksi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) yang dilakukan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dipertanyakan.
Pasalnya, dalam proses lelang tersebut dinilai berpotensi merugikan negara, karena pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Malang ditengarai lebih memperhatikan peserta lelang yang melakukan penawaran harga pagu rendah atau turun dibawah 5 persen dari nilai pagu proyek.
Pemerhati pembangunan dan tata kelola Pemerintah Malang Raya, Awangga Wisnuwardhana mengatakan, dalam proses lelang terkesan ada permainan, karena banyak peserta tender yang melakukan penawaran dengan harga penawaran turun dibawah 5 persen dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Proyek.
“Dalam proses lelang yang dilakukan oleh ULP, banyak kontraktor yang mengajukan penawaran kurang dari 5 persen, itu jelas menimbulkan pertanyaan,” ucap pria yang akrab disapa Angga, saat dikonfirmasi awak media, Kamis (24/8).
Salah satu contoh, lanjut Angga, dalam proses lelang belanja jasa kontruksi pembangunan jalan Joyosuko Agung di Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.
Dalam proyek tersebut, di LPSE Kota Malang tertera nilai pagu proyek sebesar Rp4.254.512.241,00. yang akhirnya ditentukan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Proyek sebesar Rp4.088.400.231,72.
“Di proyek itu terlihat, CV Eka Jaya melakukan penawaran proyek dengan harga penawaran Rp4.001.000.000,00 . atau turun 2,138 persen dari nilai HPS Proyek,” jelasnya.
Padahal, Angga menjelaskan, tujuan lelang atau tender yang sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis) Keputusan Presiden Republik Indonesia adalah untuk mendapatkan kontraktor pelaksana proyek yang mempunyai tingkat resiko yang paling menguntungkan bagi negara.
“Jika penawaran turunnya sedikit atau kurang dari 5 persen dari nilai HPS, negara bisa dirugikan, lelang itu dicari penawar yang bagus atau lebih dari 5 persen, agar ada sisa anggaran yang dikembalikan ke negara,” tegasnya.