Kisah di Tengah Pandemi
Oleh Kimberly Harefa
Banyak bencana, salah satunya corona
Seperti seorang pengelana
Ada di mana-mana
Barangkali sudah direncana
Kabar pandemi makin tersiar
Banyak jiwa mulai gusar
Satu per satu tubuh tercemar
Tak peduli nama yang bergelar
Sekolah diliburkan
Pencari nafkah menjadi pekerja rumahan
Tak sedikit juga yang diberhentikan
Benar-benar menjadi ancaman
Semua serba daring
Banyak yang menjadi garing
Pun jalanan menjadi kering
Tak ada peluh menetes dari orang yang berkeliling
Kata bosan tak hentinya meluncur manis dari bibir mereka
Di rumah saja seolah tagar paling duka
Bagi mereka yang tak suka sembunyi muka
Kini malah rajin menyetrika
Pejuang di garda terdepan
Bertaruh nyawa demi menyelamatkan
Namun ada saja yang masih meremehkan
Berseliweran untuk sebuah hal yang tak berkepentingan
Tak bisakah sedikit saja menurut
Agar tak ada yang berbuntut
Jangan jadi pengecut
Hingga luka terus berlarut
Hingga hari kemenangan datang
Pandemi belum juga pulang
Mudik serasa mengambang
Padahal sudah lama terbayang-bayang
Ada rindu pada kampung halaman
Namun harus tertahan
Agar semua menjadi aman
Karena pandemi memakan banyak korban
Lantas, apa saja yang sudah dilakukan
Menonton film andalan
Atau membaca buku kenangan
Terserah lakon utama adegan
Semoga segera berakhir
Terbawa laut yang mengalir
Dan kita tetap berpikir
Untuk terus melakukan kebaikan, bukannya malah saling mencibir
#HanyaKataKim
25-5-20
***
Pesona
Hendrika LW
Mentari akhirnya tak berdaya
Sungguh tak berdaya
Setelah separuh waktunya
berdiri tegak di atas bebatuan perkasa
Ia makin tak berdaya
Lesu, tak bergairah
Terkulai dalam pelukan senja
yang menawarkan panorama jingga
hingga memeluk malam,
membangkitkan gairah bulan
Duhai bulan,
pesona alam tiada tara
yang membuat hidupku
bertahan hingga 1000 tahun
Oh….
Pesona
Senja kala
Pelangi
Jingga
Menyeruput di antara ilalang
Mengibas sepoi angin
Mengeliminasi embun
menerjang dingin
Seperti petani memandang hamparan sawah
Setiap fajar menyingsing
Baru pulang setelah senja menjelang
Oh…
Pesona jiwa
Sukma terindah
Menerawang angkasa
Hingga rembulan ikut cemburu
Laksana laut terhempas karang
dalam riuh gelombang
Berkejaran di bibir pantai
Oh….
Pesona jiwa
Nafas yang memburu
Mengukir cinta di kalbu
Menawarkan kisah 1000 janji
Untuk bercumbu selamanya.
***
Eksotik
Kulitnya yang coklat semakin coklat
Teman-teman menyebutnya eksotik
Ah, mendengar kata eksotik, imajinasiku menerawang pada dirinya
Seorang sahabat, dia amat eksotik
Bukan hanya kulitnya tapi juga rambutnya, wajahnya, bibirnya, matanya, hidungnya
Eksotik juga hatinya, pikirannya, perasaannya, dan prosa-prosanya
Sungguh,
Dia terlalu eksotik
Karena dia adalah eksotika itu sendiri
***