Oleh : Yosef Naiobe- Jakarta
Bermimpilah sebab akan memberi hidup. Berkaryalah karena akan memberi makna.
Pelaksanaan uji kompetensi wartawan bukan satu satunya indikator untuk mengukur kadar kualitas seorang wartawan (jurnalis). Lebih dari itu, untuk mendapatkan sebuah legasi dari dewan pers sebagai institusi yang memayungi insan pers. Seorang wartawan yang telah mendapatkan mahkota kompeten, memiliki tanggung jawab moral untuk berani menangkar berita – berita hoax yang bertebaran dan meresahkan masyarakat.
Kendati tidak wajib, namun dianjurkan agar sebaiknya wartawan memanfaatkan kesempatan untuk bisa mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW) sekali pun tergantung kesadaran pribadi atau individu masing-masing.
Kendalanya, selama ini untuk bisa mengikuti kegiatan ujian dimaksud dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk pendaftaran saja mencapai Rp 5 juta per orang. Angka ini setara gaji wartawan di Jakarta berdasarkan standar upah minimum provinsi (UMP). Belum termasuk biaya penginapan dan akomudasi lainnya. Secara matematis, dibutuhkan anggaran sebesar Rp 10 juta. Jumlah ini bukan perkara mudah bagi seseorang kuli tinta. Kini kuli disket. Jarang ada perusahaan yang mau menanggung biayanya.
Di tengah kemelut memikirkan biaya, angin segar justru berembus dari kota “bunga” Malang Jawa Timur. PWI Malang Raya, menyelenggarakan UKW tanpa memungut biaya sepersen pun alias gratis. Kabar ini berhembus ke mana-mana. Ibarat air, alirannya merembes hingga jauh. Animo peserta membludak. Bebas dari beban biaya merupakan kesempatan emas yang sayang jika ditelantarkan.
The power of Cahyono
Kesungguhan Ir Cahyono pada organisasi sama besarnya dengan kesungguhan pada hidupnya. Sejak didaulat untuk memangku jabatan sebagai ketua PWI Malang Raya, Cahyono sudah lima kali menyelenggarakan UKW. Semuanya gratis. Terkini, dilaksanakan pada 21 – 23 Juli 2023 lalu. Pesertanya pun beragam. Dari Jakarta, Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Makassar, Sulawesi Selatan, termasuk tuan rumah dan wilayah lain di Jawa Timur.
Keputusan lulusan jurusan Elektronik Institut Teknologi Negeri (ITN) Malang menggratiskan biaya UKW, jelas tidak benefit dan menghasilkan uang. Tapi justru berhasil menggugah semangat terbaik. Cahyono yang memulai debutnya di Tabloid Busur rasanya tidak berlebihan jika dibilang ia tidak dibayangi nafsu mengejar uang. Untuk membiayai kegiatan sekelas UKW Cahyono bersama jajarannya (pengurus dan panitia) harus melakukan kegiatan penuh akrobatik agar bisa menggaet sponsor.
Menurut Cahyono, hal terpenting membangun kerja sama dengan sponsor adalah menjaga sebuah keharmonisan di samping kejujuran. Dalam konteks ini Cahyono ini ingin menegaskan bahwa dalam sebuah organisasi ego pribadi bisa jadi pembunuh terselubung. Kita mungkin akan menonjol dan bersinar, tapi pelan-pelan cahaya itu bisa membakar.
Menyelenggarakan sebuah event secara gratis tentu saja menguras energi. Namun semua ini bisa di atasi. Caranya? Fokus pada tujuan organisasi, menjadi arah mata angin terpenting.
Profil singkat: Ir Cahyono.
Bungsu dari tiga bersaudara ini lahir dari pasangan ibu R. Soedartatik ayah Untung Muna’im, dilahirkan di Desa Kepulungan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, pada 4 Februari 1968.
Pendidikan terakhir, sarjana (S- 1, Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang angkatan 1988, Jurusan Teknik Elektro.
Profesi :
Wartawan Harian Bhirawa. Sebelumnya pada tahun 2002, bekerja sebagai wartawan di Tabloid Busur, Surabaya Post dan Surabaya Pagi.
Cahyono yang menikah dengan Nor Rochmah, SP, dikaruniai dua anak masing-masing Dr. Salma Desra Canora (sudah bekerja) dan Salwa Labibah Canora, masih kuliah di Politeknik Negeri Malang (Polinema) Jurusan Teknik Informatika.
Saudara kandung :
Drs. Eddy Hariadiyanto, AK (Alm)
Dr. Djoko Teguh Santoso (Alm)
Jabatan : Ketua PWI Malang Raya periode 2021- 2024.
