Turun Tanah, Tradisi yang Masih Dilestarikan

Turun Tanah, Tradisi Yang Masih Dilestarikan
Foto
Sosmed-Whatsapp-Green
Zonanusantara.com Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Turun Tanah, Tradisi Yang Masih Dilestarikan
Prosesi Turun Tanah (Mudun Lemah) Bayi Micha Ryouta Putra Pratama Dengan Membagikan Uang Receh

MALANGKOTA – Pasangan suami istri Ardan Resta Pratama (32) dan Roro Suci Ningtyas (31),
hingga saat ini masih melestarikan tradisi
turun ke tanah (mudun lemah) di bulan Sya’ban. Warga Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, melakukan tradisi ini bagi bayi yang berusia 7 bulan dan baru bisa merangkak, dengan tujuan agar si bayi memiliki sifat mandiri ketika dewasa nanti.

Acara ini digelar untuk anak pertamanya bernama Micha Ryouta Putra Pratama di Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Minggu (06/03).

Dari pantauan awak media puluhan warga terlihat ikut memeriahkan acara tradisi yang dibuka dengan sambutan Edy Santoso (69), kakek dari Micha Ryouta Putra Pratama.

Setelah itu, pasangan suami istri Ardan Resta Pratama dan Roro Suci Ningtyas, menyiapkan tangga yang terbuat dari batang tebu dan sangkar terbuat dari bambu di depan rumah. Sangkar tersebut, didalamnya berisi berbagai mainan.

Tradisi dimulai dengan si bayi menaiki tangga dari batang tebu yang masing – masing anak tangga bertuliskan jenjang pendidikan hingga masa sukses. Seperti, Paud, TK, SD, SMP, SMA, Kuliah dan anak tangga terakhir dengan kalimat Sukses.

Setelah menaiki tangga, si bayi kemudian bermain di dalam sangkar yang telah disediakan. Tampak si bayi ketika di dalam sangkar menangis.

Ketika proses itu selesai kemudian dilanjutkan dengan acara sungkeman pasangan suami istri Ardan Resta Pratama dan Roro Suci Ningtyas kepada Edy Santoso (69) dan Nurcahyoningsasi (65) yang merupakan ayah dan ibunya.

Baca Juga :  SMARTA Geser SMA Giovanni Kupang dalam DBL Favorite School 2024

Selanjutnya, juga digelar potong tumpeng. Dalam hal ini, kedua orang tua yang punya hajat, yakni Ardan dan Roro memberikan potongan nasi tumpeng kepada kedua orang tuannya.

Selesai prosesi potong tumpeng, acara selanjutnya dengan membagi – bagikan uang recehan kepada para anak-anak hingga orang dewasa yang datang.

Terakhir, tradisi ditutup dengan doa. Doa dipanjatkan oleh tokoh masyarakat setempat dengan tujuan agar si bayi diberikan keselamatan, kesehatan, dan kemudahan rezeki saat dewasa nanti.

Ardan Resta Pratama mengatakan, acara ini sebagai tradisi turun-menurun. Acara mudun lemah (turun tanah)  dilakukan di bulan Sya’ban  jelang bulan puasa.

” Kami mengikuti tradisi adat Jawa.  Saya sebagai orang tua melaksanakan kewajiban mengikuti tradisi leluhur, nguri-nguri budaya leluhur dan melestarikan budaya leluhur, yakni dengan acara upacara mudun lemah anak yang pertama ini,” jelasnya.

Sementara itu, pelestari budaya jawa, Supriyanto Gondo Puspito, menjelaskan, tradisi mudun lemah ada berapa tujuan ataupun filosofi. Melalui tradisi ini ia berharap bayi ini dapat diberikan kesehatan, keselamatan, dan kemudahan rezeki saat dewasa nanti.

“Supaya dalam mengarungi hidup di bumi ini diberikan kemudahan diberikan kesehatan, keselamatan, dijauhkan mara bahaya mala petaka dan dijauhkan dari penyakit lainnya,” harapnya.

Baca Juga :  Caleg Irwandi Burhan Raih Suara Terbanyak di Bone

Menurut dia, tradisi turun tanah (mudun lemah) dan membagikan uang recehan kepada warga. Hal ini pun ada maksud tertentu. Untuk mudun lemah diharapkan agar si bayi diberikan keselamatan oleh Allah. Sedangkan membagi-bagi uang receh dengan tujuan agar si bayi ketika dewasa akan dimudahkan rezekinya.

Turun Tanah, Tradisi Yang Masih Dilestarikan“Tradisi ini supaya rezekinya lancar. Itu ibaratnya dan mudah-mudahan nanti rezekinya seperti hujan. Kalau mudun tanah anak dari gendongan supaya mudah berjalan di atas tanah dan dimudahkan serta diberikan keselamatan oleh Allah,” jelasnya.

Dijelaskannya, istilah pratelan, itu di ibaratkan. Tetelan tujuh warna, merah, putih, hijau dan kuning. Warna merah agar anak yang dipitoni mempunyai sifat berani. Tetel warna putih di ibaratkan kejayaan. Jadi anak ini diharapkan selalu dalam kejayaan.

“Saya selaku pelestari budaya jawa sangat mengapresiasi kegiatan ini. Dan saya berharap kelestarian ini bisa digetok tularkan ke lainnya,” tuturnya.

Sedangkan istilah kurungan, anak dimasukan kurungan di ibaratkan, anak kemana pun nanti pergi, dia akan selalu ingat rumahnya. Namun, kata dia, itu semua hanya doa.

“Naik tangga di ibaratkan gambaran kehidupan. Jadi orang hidup itu ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Pasti mengalami perjuangan. Tapi itu bagi yang percaya?. Namun semua ini hanya upaya kita untuk doa,” tutupnya.

 

Ikuti Zonanusantara.com untuk mendapatkan informasi terkini.
Klik WhatsApp Channel & Google News

Related posts