KEFAMENANU,- Suasana Aula Bapelitbangda Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, mendadak hening dan haru saat seorang siswi SLB Negeri Benpasi, Kornelia Haekase, menyampaikan pernyataan hati dalam pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) RKPD Tahun 2025.
Kornelia bukan sekadar menyampaikan aspirasi kelompok disabilitas. Ia membacakan sebuah pesan penuh makna yang menggugah kesadaran para pemangku kebijakan. Kalimat pembuka yang disampaikannya langsung menyentuh hati.
Kami bagaikan Pelita Kecil yang ingin menyala di tengah malam. Kami bukan bintang terang, tapi kami juga ingin bersinar di langit yang sama. Kami bukan bunga yang sempurna, tapi kami juga ingin tumbuh dan mekar di taman kehidupan ini.
Dalam suasana penuh empati, Kornelia menyuarakan empat hal penting yang menjadi keresahan dan harapan para penyandang disabilitas di TTU, mulai dari kesetaraan akses pendidikan hingga minimnya fasilitas umum yang ramah Difabel.
Pertama, ia menyampaikan bahwa masih banyak anak-anak penyandang disabilitas di TTU yang belum bisa mengenyam pendidikan, baik karena keterbatasan fasilitas maupun kurangnya pemahaman orang tua. Ia berharap pemerintah dapat lebih aktif menyadarkan masyarakat bahwa anak-anak disabilitas memiliki hak dan kemampuan untuk belajar serta berkembang.
Kedua, Kornelia menyoroti pentingnya kenyamanan dalam proses belajar. Ia mengakui, lingkungan sekolah umum sering kali membuat anak disabilitas merasa tidak dimengerti dan tersisih. Menurutnya, SLB menjadi ruang yang lebih nyaman karena para guru lebih memahami cara mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus.
Ketiga, Kornelia menyuarakan keinginan untuk bisa bekerja dan berkontribusi bagi daerah. Namun, ia menyoroti kenyataan bahwa sangat sedikit lembaga yang membuka ruang kerja bagi disabilitas, terutama di lingkungan pemerintahan.
Keempat, ia meminta perhatian pemerintah terhadap fasilitas umum yang belum ramah difabel. Kornelia berharap akan hadir lebih banyak jalur kursi roda, penunjuk arah untuk tunanetra dan tunarungu, serta fasilitas lain yang mendukung mobilitas kelompok disabilitas.
Kami tahu kami berbeda. Tapi kami bukan tidak bisa. Kami hanya membutuhkan kesempatan, pengertian, dan sedikit uluran tangan dari Bapak/Ibu semua, ujar Kornelia yang langsung mendapat tepuk tangan panjang dari peserta forum.
Kepala Bappelitbangda TTU dalam tanggapannya mengaku sangat tersentuh. Menurutnya, pernyataan Kornelia menjadi pengingat bahwa pembangunan daerah haruslah inklusif dan tidak meninggalkan siapa pun.
Hari ini kita belajar dari seorang siswi SLB. Ia mengajarkan kepada kita bahwa pembangunan bukan hanya soal angka dan program, tapi juga soal keberpihakan dan keberanian untuk mendengar, ucapnya.
Wakil Bupati TTU, Kamillus Elu, yang hadir membuka acara secara resmi, juga menyampaikan apresiasi dan janji komitmen. Menurutnya, pernyataan Kornelia akan menjadi bahan pertimbangan serius dalam perumusan kebijakan ke depan, khususnya yang menyangkut akses pendidikan dan lapangan kerja bagi penyandang disabilitas.
Kehadiran Kornelia pada forum tersebut menjadi sorotan. Ia tidak hanya menjadi penyampai aspirasi, tetapi juga simbol harapan dan keberanian. Dengan suara lirih namun kuat, Kornelia berhasil menyampaikan pesan kemanusiaan yang menggugah para pengambil keputusan di daerah.
Musrenbang RKPD TTU 2025 kali ini bukan hanya forum perencanaan. Ia menjadi forum refleksi. Karena dari podium sederhana itu, pelita kecil dari SLB Benpasi telah menyalakan cahaya kemanusiaan yang menghangatkan seluruh ruangan.
