Catatan dari Hotel Mega Anggrek

Catatan Dari Hotel Mega Anggrek

Catatan Dari Hotel Mega Anggrek

Oleh : Yosef Naiobe

Cuaca di Jakarta manja. Matahari yang biasanya menyengat, membakar kulit hingga bikin kesal, terasa bersahabat. Suasana kota tampak lengang di akhir pekan, Sabtu 27 November 2021

Hujan yang mengguyur kota metropolitan, menjadikan suasana kebatinan ikut was was lantaran di waktu yang sama akan ada perhelatan deklarasi nasional Relawan Pro Puan Maharani di hotel Mega Anggrek yang berlokasi di bilangan Jakarta Barat. Salah satu sisi ruangan di bagian selatan menjadi saksi sejarah persitiwa tersebut.

Peserta yang berjumlah lebih dari 200 orang itu, berada dalam satu komando. Puan Maharani layak meneruskan tongkat estafet pasca Presiden Joko Widodo dan Wakilnya, Ma’ruf Amin. Berangkat dari misi yang sama, organisasi yang dinahkodai Moh. Anwar Arifuddin dan Frans Andi Tumengkol, beserta sejumlah crew mengambil langkah brilian dan berani.

Catatan Dari Hotel Mega Anggrek
Peserta

Sadar bahwa Relawan adalah industri di luar mesin partai politik, keputusan mendeklarasikan Puan Maharani bukan tanpa hitungan. Seperti digaungkan oleh sang nahkoda, Moh. Anwar Arifuddin dalam orasi politiknya, sejarah tidak pernah lahir begitu saja. Ia lahir dari sebuah desain (by desain) para aktor yang berani mengambil konsekuensi.

Di ranah ini, para deklarator membulatkan tekad. Bendera sudah berkibar. Momentum politik ini harus digaungkan. Setidaknya agar satu republik tahu bahwa rakyat telah bergerak. Satu arah menuju 2024.

Sebagaimana naskah deklarasi yang dibacakan Sekjen Relawan Pro-Puan, Frans Andi Tumengkol. Puan Maharani sosok Kartini yang energik dan sarat pengalaman baik di birokrasi maupun di legislatif. Menjadi top leader di dua lembaga negara berbeda (eksekutif), Puan pernah menjabat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) maupun menjadi Ketua DPR RI saat ini, tak dapat dipungkiri beliau sosok perempuan tangguh.

Baca Juga :  Aksi Sosial Satlantas Polres Bone, Salurkan Air Bersih untuk Warga di Kelurahan Bajoe

Ketokohan Puan Maharani lahir dari sejarah. Eyangnya Soekarno pendiri bangsa ini. Orangtuanya, Taufik Kiemas eks Ketua MPR RI, dan Megawati Soekarnoputri, pernah menjabat presiden, telah meneteskan trah kepemimpinan baik dari aspek biologis maupun ideologis. Meski dua aspek ini tidak bisa dijadikan alasan pembenaran yang membentuk karakter Puan Maharani.

Namun fakta bahwa Puan Maharani adalah perempuan pertama di republik ini yang menjabat Ketua DPR RI, tak bisa dipungkiri. Takdir yang bisa memberi jawaban. Kehadiran Puan, dianalogikan sebagai mentari dari timur yang memberi pencahayaan untuk Nusantara.

Itulah sebabnya, ketika Relawan Pro Puan menggelorakan namanya sebagai salah satu figur yang patut diperhitungkan di pentas politik, pada 2024, adalah hal yang wajar. Puan Maharani memang memesona dan menjadi magnet untuk dicatat dalam percaturan pesta demokrasi saat Jokowi menyudahi masanya.

Deklarasi Nasional Pro Puan hanyalah sepenggal kisah yang untuk saat ini boleh dikatakan kisah yang terhempas. Namun suatu waktu kisah ini akan tampias di pelataran panggung politik. Sejarah memang tidak berdiri sendiri. Ia lahir dari serangkaian peristiwa – peristiwa. Sejarah pun tak akan pernah bohong, kecuali terjadi distorsi, atau dibelokkan menurut selera penguasa.

Hari ini dan mungkin esok sejarah akan terus berotasi bersama kisahnya. Sebagaimana peristiwa deklarasi Pro Puan, ia akan terus berotasi bersama sang waktu. Para deklarator yang dipimpin duet Moh Anwar Arifuddin dan Frans Andi Tumengkol beserta crew lainnya tak peduli dengan hasil. Bagi mereka hasil adalah sebuah awang – awang. Namun proses itulah yang menjadi sebuah titik pijar.

Baca Juga :  Generasi Muda Bone Berebut Jadi Pengibar Sang Saka, Bupati: Paskibraka Bukan Sekadar Pengibar Bendera, Tapi Teladan Bangsa

Bahwa entah akan menjadi apa, atau bisa juga bakal menjadi sebuah candaan politik di balik keberanian mendeklarasikan calon presiden jauh sebelum etalase politik dimulai, itu hanya soal waktu.

Mahkota hanya bisa diperoleh melalui darah dan air mata. Lewat aksi dan cerita cerita heroik. Kita bisa bercermin dari Jenderal Besar Soedirman. Tak pernah menikmati kasur empuk. Pun tidak pernah merasakan karpet merah. Kendati demikian, namanya tetap dicatat sejarah dengan tinta emas.

Kita juga bisa belajar dari Soekarno. Berjuang dari tempat pembuangan. Siapa sangka di balik kiprah mereka yang pelik dan paceklik dengan pujian, di situlah mereka akhirnya bertahtakan singgasana. Kebanggaan bagi contoh dua sosok ini ketika memuncaki karier mereka adalah mahkota itu sendiri.

Nah apakah Relawan Pro Puan juga akan bermahkotakan singgasana? Menjawab pertanyaan itu, akan mengkerut dahi. Namun yang jelas peristiwa deklarasi merupakan titik awal bukan kilas balik sejarah. Toh jika nanti sejarah mencatatnya, setidaknya publik tahu bahwa Puan Maharani adalah Kartini Indonesia masa depan.

Yosef Naiobe, berasal dari Timor, wartawan dan penulis sastra. Alumnus FISIPOL Univ. Katolik Widya Mandira Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Tetap Terhubung
Ikuti Zonanusantara.com untuk mendapatkan informasi terkini.

Related posts