Demokrasi di Era Post-Truth, Kuliah Umum Uniasman Kupas Politik dalam Masyarakat Jaringan

Demokrasi Di Era Post-Truth, Kuliah Umum Uniasman Kupas Politik Dalam Masyarakat Jaringan

BONE–Universitas Andi Sudirman (Uniasman) kembali menegaskan perannya sebagai ruang dialektika gagasan dan pusat pengembangan pemikiran kritis melalui Kuliah Umum yang digelar Program Studi Ilmu Politik. Kegiatan akademik ini berlangsung khidmat dan penuh antusiasme, dihadiri langsung oleh Pembina Yayasan Kampus Uniasman, Andi Harni, S.ST., MH, serta dibuka secara resmi oleh Rektor Universitas Andi Sudirman, Dr. H. M. Yasin, MH.

Mengusung tema “Pemuda di Era Digital: Kekuatan, Tantangan, dan Tata Kelola dalam Masyarakat Jaringan”, kuliah umum ini menghadirkan Dr. Andi Ali Armunanto, Doktor Ilmu Politik dengan spesialisasi Democracy and Governance, sebagai narasumber utama. Materi yang disampaikan tidak hanya kaya data, tetapi juga tajam secara analitis, mengajak mahasiswa membaca realitas digital Indonesia dari perspektif ilmu politik dan governance.

Dalam pemaparannya, Dr. Andi Ali Armunanto mengawali dengan fakta mencengangkan tentang ledakan digital Indonesia. Lebih dari 212 juta penduduk telah terhubung ke internet, dengan tingkat penetrasi mencapai 74,6 persen dan bahkan diproyeksikan meningkat hingga 79,5 persen menurut APJII 2025. Data BPS juga menunjukkan bahwa 72,78 persen penduduk usia 5 tahun ke atas telah mengakses internet.

“Populasi digital sebesar ini bukan sekadar statistik teknologi. Ini adalah elektorat politik, pasar ekonomi, sekaligus arena sosial baru yang menuntut tata kelola canggih,” tegasnya. Mengelola ratusan juta warga digital dengan latar belakang dan kepentingan beragam disebutnya sebagai salah satu tantangan governance terbesar abad ini.

Kuliah umum ini menyoroti dominasi Generasi Z dan Milenial yang mencakup sekitar 65 persen pengguna internet Indonesia. Gen Z, dengan penetrasi internet mencapai 87 persen, tampil sebagai digital native sejati—aktif sebagai kreator konten, penggerak media sosial, pelaku e-commerce, hingga komunitas gaming.

Namun di balik potensi besar tersebut, tersimpan kerentanan serius: paparan hoaks dan disinformasi, isu kesehatan mental, hingga risiko privasi data. “Pertanyaannya bukan lagi apakah pemuda punya potensi, tetapi apakah tata kelola kita cukup canggih untuk melindungi sekaligus memberdayakan mereka,” ujar Dr. Andi Ali.

Melalui lensa ilmu politik, dunia digital dipahami bukan sekadar ruang teknologi, melainkan arena kekuasaan. Setiap klik, unggahan, dan interaksi adalah praktik politik yang melibatkan relasi power, participation, dan policy. Ia mengajukan tiga pertanyaan kunci governance digital: siapa yang berkuasa, siapa yang diuntungkan, dan bagaimana aturan main dibuat.

Baca Juga :  Damianus Ambur, SE: Matim Butuh Perubahan

Negara, platform global, dan masyarakat sipil berada dalam tarik-menarik kepentingan. Ketimpangan akses internet—antara urban dan rural, Gen Z dan Baby Boomers—melahirkan kesenjangan politik dan ekonomi baru. Dalam konteks ini, konsep digital citizenship menjadi krusial: tanpa akses dan literasi digital, partisipasi warga menjadi timpang.

Kuliah umum juga mengulas krisis “post-truth” sebagai masalah serius tata kelola informasi. Otoritas keilmuan tradisional kini bersaing dengan influencer, algoritma, dan echo chambers. Dampaknya nyata: polarisasi ekstrem, melemahnya kepercayaan publik pada sains, hingga manipulasi opini melalui disinformasi terorganisir.

Di sisi lain, isu kedaulatan data mengemuka ketika sebagian besar aktivitas digital warga Indonesia dikuasai platform global. Data sebagai new oil mengalir ke luar negeri, memunculkan dilema yurisdiksi hukum, nilai ekonomi, dan kontrol konten. Inilah medan multi-stakeholder governance yang menuntut negosiasi antara negara, korporasi, dan masyarakat sipil.

Puncak gagasan kuliah umum ini adalah ajakan untuk mereposisi pemuda: bukan sekadar pengguna atau objek kebijakan, melainkan aktor tata kelola digital. Pemuda didorong bertransformasi dari digital native menjadi digital architect—mereka yang mampu membentuk aturan, norma, dan struktur kekuasaan di ruang digital.

Aksi dapat dimulai dari literasi digital kritis, etika berjejaring, hingga pembentukan komunitas watchdog. Lebih jauh, setiap disiplin ilmu—teknik, hukum, komunikasi, ekonomi, kesehatan, hingga ilmu politik—memiliki peran strategis dalam membangun ekosistem digital yang berdaulat dan berkeadilan.

Sebagai penutup, Dr. Andi Ali Armunanto menekankan pentingnya kebijakan sistemik: pemerataan infrastruktur digital, kurikulum literasi digital kritis, regulasi platform yang cerdas dan responsif, serta pembentukan forum multi-stakeholder yang melibatkan pemuda secara aktif.

“Kebijakan tanpa partisipasi pemuda adalah kebijakan yang kehilangan legitimasi,” tegasnya. Kuliah umum ini pun menjadi penegasan bahwa kampus, khususnya Uniasman, memiliki peran strategis dalam menyiapkan generasi muda bukan hanya sebagai pengguna teknologi, tetapi sebagai penjaga dan perancang masa depan demokrasi digital Indonesia.

Sementara itu, Ibu Pembina Yayasan Kampus Universitas Andi Sudirman (Uniasman), Andi Harni, S.ST, MH menyampaikan apresiasi tinggi atas pelaksanaan kuliah umum yang digelar Program Studi Ilmu Politik Universitas Andi Sudirman. Menurutnya, tema yang diangkat sangat relevan dan bersentuhan langsung dengan isu yang tengah menjadi tren serta realitas kehidupan masyarakat saat ini, yakni “Pemuda di Era Digital: Kekuatan, Tantangan, dan Tata Kelola dalam Masyarakat Jaringan.”

Baca Juga :  Calon Peserta UKW di Malang ada yang dari Lampung

Kuliah umum tersebut menghadirkan Dr. Andi Ali Armunanto, Doktor Ilmu Politik dengan spesialisasi Democracy and Governance, sebagai narasumber utama. Kehadiran akademisi yang kompeten di bidang demokrasi dan tata kelola pemerintahan ini dinilai memberikan perspektif baru, khususnya bagi generasi muda, tentang peran strategis pemuda dalam ruang digital yang kian kompleks dan terbuka.

Andi Harni menegaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang akademik semata, tetapi juga sarana edukasi publik. Melalui kuliah umum ini, masyarakat dapat memahami bahwa Program Studi Ilmu Politik yang dikembangkan Uniasman memiliki peluang besar dan prospek strategis, terutama dalam mencetak sumber daya manusia yang mampu berkontribusi nyata bagi pembangunan daerah.

“Uniasman saat ini menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang mengembangkan Program Studi Ilmu Politik. Justru di situlah peluang besar bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan politik secara utuh dan konstruktif, agar dapat terlibat langsung dalam proses pembangunan daerah,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti masih kuatnya stigma negatif di tengah masyarakat terhadap politik. Selama ini, politik kerap dipersepsikan sebagai sesuatu yang kejam, penuh intrik, dan tipu muslihat. Padahal, menurutnya, politik sejatinya adalah instrumen penting dalam menentukan arah kebijakan publik dan kesejahteraan bersama.

“Belajar politik tidak berarti belajar intrik, tetapi belajar tentang pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan tata kelola yang baik. Secara tidak langsung, mahasiswa Ilmu Politik dipersiapkan menjadi penentu arah kebijakan pembangunan daerah dan bangsa,” jelas Andi Harni.

Melalui kuliah umum ini, Uniasman kembali menegaskan komitmennya sebagai institusi pendidikan yang tidak hanya fokus pada pengembangan akademik, tetapi juga pada pembentukan kesadaran kritis, etika, dan tanggung jawab sosial generasi muda, khususnya dalam menghadapi tantangan demokrasi dan tata kelola di era digital. (*)

Tetap Terhubung
Ikuti Zonanusantara.com untuk mendapatkan informasi terkini.

Related posts