Oleh : Yosef Naiobe
Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Dr. Herman Embuiru dalam suatu acara wisuda Lembaga perguruan tinggi itu pada tahun 1991 pernah berpesan begini kepada para wisudawan. “Pergilah dan tunjukkanlah kebodohanmu di tengah masyarakat”.
Pesan ini sungguh mengagetkan semua yang hadir. Benar-benar di luar kelaziman. Biasanya seorang rektor cenderung memberi pesan yang intinya membanggakan lembaganya atau memberi nasihat kepada wisudawan agar selalu menjaga nama baik lembaga Pendidikan yang baru ditinggalkan.
Pesan dari Pater Herman Embuiru ini sesunggunya bersayap dan sarat makna. Bagi yang berpikir positif, apa yang disampaikan mendiang rohaniwan Katolik tersebut memberikan motivasi sekaligus pengingat dan tantangan. Berbeda dengan mereka yang menangkap pesan ini dengan menggunakan pikiran negatif.
Terinspirasi dengan pernyataan Herman Embuiru, saya mencoba mengaitkan dengan peristiwa pelantikan para kepala daerah pada Jumat (26/3/2021), saya menulis opini bertema, “Tunjukkan Kebodohanmu Kepada Rakyat”.
Judul tersebut diyakini bakal menuai beragam komentar. Ada yang miring, lurus dan juga ada yang bengkok. Sudut pandang memang tidak mesti sama. Pepatah Cina, rambut boleh sama hitam, tapi pendapat selalu berbeda beda. Sejatinya opini ini sebatas mengingat, semacam rambu-rambu bagi yang kini memegang pucuk pimpinan daerah.
Berangkat dari sebuah realitas sosial. Banyak pemimpin yang terseret kasus korupsi dan kasus lainnya di saat masih menikmati puncak karier politiknya. Apalagi, Sabtu (27/3/2021) dinihari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun melakukan operasi tangkap tangan terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Figur yang selama satu dekade terakhir tergolong bersih.
Dalam catatan KPK sejak pilkada langsung diterapkan pada 2005, sudah 300 kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi. Sebanyak 124 kepala daerah di antaranya ditangani KPK.
Hemat saya, politik tidak hanya sekedar menawarkan kenikmatan, status sosial, atau menghadirkan rezeki bagi yang bernasib baik, namun juga berisiko. Menyimak catatan KPK sebagaimana ditulis kompas.com, Jumat (7/8/2020), saya berkeyakin bakal ada pemimpin yang terjungkal dalam jurang bernama korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Karena mereka perlu mengembalikan semua biaya politik yang telah dihamburkan selama mengikuti pemilihan tersebut. Biaya-biaya itu bukan keluar dari kantong pribadi, melainkan tidak sedikit dari kantor para sponsor.
Konsekuensi kekuasaan selalu dekat dengan godaan. Tahta, harta dan wanita. Tiga komponen ini selalu melekat dan menjadi magnet. Akan menjadi racun dan petaka bagi pemimpin yang serakah dan mudah tergiur dengan godaan. Pilkada 9 Desember 2020 telah memilih sembilan gubernur, 224 bupati dan 37 walikota.
Di atas pundak mereka, rakyat menaruh harapan besar agar semua janji yang telah diucapkan selama kampanye benar-benar direalisasikan. Janji adalah utang, dan setiap utang wajib dilunasi. Kewajiban para kepala daerah terpilih dan telah dilantik adalah memenuhi semua janji tersebut. Hanya dengan gitu, harapan masyarakat untuk memperbaiki taraf hidup akan terwujud.
Penulis : Wartawan, pernah meraih juara II Lomba Karya Jurnalistik Hari Pers Nasional. Kini kerja di Jakarta.