Oleh: Camelia Chandra Dewi
Wini adalah salah satu wajah indah dari Kabupaten Timor Tengah Utara yang sering terlewatkan dari perhatian wisatawan. Letaknya di pesisir utara Timor menjadikannya pintu gerbang sekaligus etalase Alam yang luar biasa, dengan laut biru jernih, pasir yang bersih, dan suasana damai yang jarang ditemukan di destinasi wisata lain. Sebagai orang yang pernah merasakan atmosfer Wini, saya percaya daerah ini memiliki potensi besar menjadi ikon Pariwisata bahari NTT.
Namun, keindahan alam Wini masih terhitung “sunyi”. Infrastruktur pariwisatanya belum berkembang maksimal, promosi juga nyaris tidak terdengar di tingkat nasional. Padahal, Wini memiliki posisi strategis karena berbatasan langsung dengan Timor Leste, yang bisa menjadi peluang untuk membangun wisata lintas negara. Bayangkan. jika kawasan ini ditata dengan baik: ada homestay sederhana, fasilitas kuliner lokal, serta pusat informasi wisata. Itu bukan hanya akan mendongkrak ekonomi masyarakat, tetapi juga memperkuat identitas Timor sebagai kawasan yang ramah dan terbuka.
Belakangan ini, isu tentang rencana pembangunan hotel di kawasan Wini oleh Bupati TTU ramai dibicarakan. Di satu sisi, pembangunan hotel dapat menjadi langkah positif untuk membuka akses pariwisata yang lebih luas, menarik investor, serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Kehadiran hotel juga bisa menambah daya tarik bagi wisatawan mancanegara yang melintas dari perbatasan Timor Leste. Ini tentu sebuah peluang emas.
Namun, di sisi lain, pembangunan hotel yang tidak direncanakan dengan matang justru bisa menjadi ancaman bagi ekosistem Wini. Laut Wini yang jernih bisa tercemar jika pembangunan tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Pantai yang indah bisa kehilangan pesonanya jika hanya dijadikan komoditas tanpa strategi ekowisata. Karena itu, menurut saya, setiap langkah pembangunan harus dibarengi dengan kajian lingkungan yang komprehensif serta partisipasi masyarakat setempat.
Saya melihat, pembangunan pariwisata di Wini harus tetap mengedepankan prinsip ekowisata: memberdayakan masyarakat lokal, menjaga kelestarian alam, dan menghadirkan pengalaman autentik bagi pengunjung. Jangan sampai hotel megah berdiri, tetapi masyarakat sekitar hanya menjadi penonton dan lingkungan justru dirusak.
Wini bukan sekadar destinasi wisata, tapi juga ruang refleksi. Di sana, kita bisa belajar bagaimana alam yang sederhana justru menyimpan keindahan yang tulus.
Pembangunan hotel di Wini seharusnya tidak hanya soal bisnis, tetapi juga soal keberlanjutan, keseimbangan, dan keadilan bagi masyarakat lokal.
Wini adalah permata yang belum sepenuhnya diasah. Tugas kita bersama pemerintah daerah, masyarakat, investor, dan wisatawan-adalah memastikan permata itu bersinar tanpa kehilangan keasliannya. Jika hotel benar-benar dibangun, biarlah ia menjadi pintu menuju kemajuan, bukan awal dari kerusakan.