Kabupaten Malang – Perkara dugaan korupsi politik berupa gratifikasi di Kabupaten Malang yang melibatkan mantan Ketua KPU Kabupaten Malang, Anis Suhartini (AS) pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 lalu, menjadi perhatian serius berbagai kalangan.
Lantaran, selain menyeret nama Calon Legislatif (Caleg) DPR RI Daerah Pilihan (Dapil) Jawa Timur (Jatim) V, Malang Raya dari PKB, Ali Ahmad atau biasa disebut Gus Ali alias GA, ternyata juga menyeret beberapa nama Caleg, baik DPR RI di Daerah Pilihan (Dapil) Jatim) V, DPRD Provinsi maupun daerah.
Seperti caleg DPR RI berinisial AI dari partai berlambang beringin yang juga diduga bertransaksi dengan AS untuk pengawalan perolehan suaranya di Kabupaten Malang, dengan modus operandi yang sama diterapkan ke Caleg GA, yakni dengan mengkondisikan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilih Kecamatan (PPK), hingga Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Hal itu membuat, beberapa media massa dan online semakin deras dalam mengangkat adanya dugaan ‘main mata’ antara eks Ketua KPU Kabupaten Malang Anis Suhartini (AS) dengan beberapa celeg, atau bisa disebut dugaan korupsi politik.
Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Tata Kelola Pemerintahan Malang Raya, Erik Armando Talla, ikut angkat bicara, bahkan sempat menyarankan supaya pelapor dalam hal ini Penasihat hukum pelapor berinisial DM, Bakti Riza Hidayat SH.MH untuk berkonsultasi dan melaporkan perkara tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena
“Sebelumnya, saya pernah sampaikan beberapa waktu lalu, bahwa dugaan tindak pidana yang di lakukan oleh mantan ketua KPUD kabupaten malang itu merupakan kejahatan demokrasi dan masuk dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi Politik,” ucapnya, saat dikonfirmasi, Rabu (24/7/2024).
Menurut Erik, dugaan korupsi politik tersebut dinilai telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi, karena ada kegiatan penyuapan terhadap oknum penyelenggara Pemilu.
“Unsur tindak pidana korupsi sudah terpenuhi, seperti penyuapan yang diduga dilakukan oleh politisi terhadap penyelenggara pemilu untuk memenangkan dirinya dalam pemilu. Kongkalikong antara politisi dan lembaga penyelenggara pemilu ini adalah bentuk korupsi dalam sektor politik,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Erik, dalam perkara dugaan korupsi politik tersebut diduga juga ada praktik jual beli suara dengan melakukan praktik bagi-bagi uang oleh kader partai kepada warga di pagi hari sebelum pencoblosan.
“Praktik jual beli suara diduga juga terjadi dengan melakukan ‘serangan fajar’ atau bagi-bagi uang oleh kader partai kepada warga di pagi hari sebelum pencoblosan. Tindakan ini dilakukan untuk mempengaruhi keputusan warga dalam memilih,” terangnya.
Bahkan, tambah Erik, juga ada dugaan jual beli pengaruh atau Trading of Influence, yang terjadi saat pejabat publik menawarkan diri atau menerima permintaan pihak lain untuk menggunakan pengaruh politik dan jabatannya, agar melakukan mengintervensi keputusan tertentu.
“Jika itu semua benar-benar terjadi, maka APH (Aparat Penegak Hukum) seharusnya berani menerapkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dalam mengusut tuntas dugaan tersebut,” tegasnya
Sebagai informasi, dalam pemberitaan sebelumnya, perkara dugaan korupsi politik di Kabupaten Malang tersebut telah dilaporkan ke Polda Jawa Timur oleh Pria berinisial DM, yang menunjuk Bakti Riza Hidayat selaku kuasa hukumnya.
Dalam perkembangan proses perkara tersebut, Polda Jatim dikabarkan tengah mempertajam penyelidikan, dengan melakukan pemanggilan pelapor berinisial DM, dan ditemukan dugaan aliran uang pengkondisian suara dari beberapa caleg selain caleg DPR RI.
Selain DM, Polda Jatim juga dikabarkan telah melakukan pemanggilan terhadap AS, dan GA, serta AI untuk dimintai keterangan.