Oleh: Dr Fadil Zumhana
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan Hukum sebagai peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan penguasa atau pemerintah. Dengan kata lain hukum tidak hanya berarti peraturan resmi yang dibuat pemerintah (negara) tetapi juga termasuk adat istiadat yang berlaku dimasyarakat yang harus diakui keberadaannya oleh negara.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah mendeklarasikan Indonesia sebagai Negara Hukum (Rechstaat) yang memiliki makna bahwa seluruh tata kehidupan bernegara di Indonesia tunduk kepada aturan hukum, baik aturan hukum tertulis (UU dan turunannya) maupun aturan hukum yang tidak tertulis (hukum adat serta nilai-nilai budaya masyarakat). UUD 1945 juga secara tegas mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan prinsip negara kesatuan yang diatur dalam undang-undang.
Sebagai Negara Hukum, Aristoteles menyatakan bahwa negara haruslah berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya, karena keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya.
Gustav Radbruch menyatakan bahwa hukum haruslah memiliki tiga nilai yang merupakan tujuan dari hukum, yaitu kepastian hukum (rechtmatigheid), keadilan hukum (gerechtigheid) dan kemanfaatan hukum (doelmatigheid). Ketiga nilai tersebut harus dapat diwujudkan dalam proses penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, khususnya Jaksa selaku penegak hukum pemerintah, yang memiliki posisi sentral dalam sistem peradilan pidana dan selaku dominus litis.
Hukum Adat dan Kearifan Lokal Jati Diri Bangsa Indonesia
Pasal 18B UUD 1945 secara tegas mengakui keberadaan hukum adat sebagai salah satu sumber hukum tidak tertulis yang berlaku di Indonesia, sebagai bukti dari pengakuan keberadaan hukum adat tersebut, Pemerintah telah menetapkan UU Drt Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil, yang mengakui keberadaan sanksi pidana adat untuk dijadikan pidana pokok oleh hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perbuatan yang menurut hukum yang hidup (living law) dianggap sebagai tindak pidana yang tiada bandingnya dalam KUHP.
Van Vollenhoven telah mengelompokkan hukum adat Indonesia kedalam 19 Lingkungan Hukum Adat yang terdiri dari Lingkungan Hukum Adat : Aceh; Tanah Gayo, Alas dan Batak; Daerah Minangkabau dan Mentawai; Sumatera Selatan; Daerah Melayu; Bangka dan Belitung; Kalimantan; Minahasa / Manado; Gorontalo; Tana Toraja; Sulawesi Selatan; Kepulauan Ternate; Maluku – Ambon; Papua; Kepulauan Timor; Bali dan Lombok; Bagian Tengah Jawa, Jawa Timur dan Madura; Solo-Yogyakarta; dan Lingkungan Hukum Adat Jawa Barat (Parahyangan, Tanah Sunda, Jakarta serta Banten).
Keseluruhan lingkungan hukum adat tersebut memiliki karakteristik sendiri yang mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat lokal yang sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat. (bergabung)
***
Dr Fadil Zumhana : Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Kejaksaan Agung RI