JAKARTA – PT Mas Lestari Perkasa (PT MLP), perusahaan supplier minyak kelapa sawit (CPO), menggugat PT Astra Agro Lestari Tbk. (PT AALI Tbk) beserta dua perusahaan afiliasinya, yaitu PT Perkebunan Lembah Bhakti (PT PLB) dan PT Sawit Asahan Indah (PT SAI), atas dugaan wanprestasi.
Menurut pihak PT MLP, gugatan ini dilayangkan setelah terjadinya ketidaksepakatan dan tidak adanya itikad baik dari pihak PT AALI Tbk. untuk memenuhi kewajibannya sesuai kontrak yang disepakati bersama.
PT MLP telah menjalin kerjasama dengan PT AALI Tbk. sejak Mei 2019. Permasalahan mulai muncul pada pertengahan 2022, tepatnya saat pemerintah memberlakukan larangan sementara ekspor CPO pada bulan April 2022.
Larangan ini menyebabkan PT AALI Tbk. dan afiliasinya tidak dapat menerima pengiriman CPO dari PT MLP dengan alasan kapasitas tangki timbun yang sudah penuh. Hal ini menjadi awal mula tuduhan wanprestasi yang diajukan oleh PT MLP.
Situasi semakin memburuk ketika PT AALI Tbk. secara sepihak memutuskan untuk merubah harga (re-pricing) seluruh kontrak yang telah disepakati, menyusul penurunan tajam harga CPO. Tindakan ini menyebabkan kerugian materiil bagi PT MLP karena kontrak-kontrak yang telah disetujui tidak dipenuhi oleh pihak tergugat.
Sunarto, Direktur PT MLP, menyatakan bahwa pihaknya telah berusaha untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengirimkan surat somasi dan undangan untuk berdiskusi. Namun, upaya tersebut tidak direspon dengan baik oleh pihak PT AALI Tbk. “Kami telah berusaha untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi semua pihak, namun niat baik kami tidak dihargai oleh PT AALI Tbk. dan afiliasinya,” ujar Sunarto dalam keterangan persnya yang diterima Zonanusantara.com Jumat (31/5/2024).
Transaksi jual beli CPO antara PT MLP dan PT AALI Tbk. selama ini dilakukan melalui konfirmasi transaksi (Trade Confirmation) yang dikirimkan via WhatsApp, lengkap dengan data harga yang disepakati, kuantitas CPO, tanggal pembayaran down payment, dan jadwal pengiriman. Setelah itu, dibuat proforma invoice dan kontrak yang dikirimkan melalui email resmi para pihak. PT MLP seringkali terlambat menerima down payment dari PT AALI Tbk., namun tetap melanjutkan pengiriman barang sesuai jadwal.
Namun, saat harga CPO turun, PT AALI Tbk. tidak menunjukkan niat baik yang sama. Mereka menahan kontrak asli yang dikirimkan oleh PT MLP dan menganggap seolah-olah tidak pernah terjadi kesepakatan terhadap kontrak-kontrak tersebut. Alasan yang diberikan PT AALI Tbk. adalah bahwa kontrak tersebut tidak berlaku karena belum ditandatangani oleh pihak PT AALI Tbk., meskipun praktek bisnis yang sama sudah berlangsung sejak Mei 2019.
Akibat dari ketidaksesuaian atau wanprestasi ini, PT MLP mengajukan gugatan resmi terhadap PT AALI Tbk. dan afiliasinya dengan tuntutan materiil sebesar Rp 76.804.053.488 dan immateriil sebesar Rp 100.000.000.000. PT MLP juga menuntut uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000.000 setiap harinya jika para tergugat lalai melaksanakan isi putusan pengadilan.
“Harapan kami dari putusan pengadilan ini bukan hanya sebagai kompensasi finansial, tetapi juga agar publik lebih teredukasi mengenai kasus wanprestasi ini. Kami berharap PT AALI Tbk. bisa belajar dari kasus ini, memperbaiki diri, dan lebih menghargai kerjasama dengan perusahaan lain,” tambah Sunarto.
Perkara ini telah memasuki masa persidangan pertama pada 30 April 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. PT MLP berharap keadilan bisa ditegakkan dan kerugian yang mereka alami bisa dipulihkan.