Elegi Sebatang Pensil

Elegi Sebatang Pensil
Ist

-Oleh: Budhie Elgibran

Semakin tajam sebuah Pensil, semakin ia menyedihkan.
Ia tahu, ujungnya kian dekat ke akhir.
Namun di negeri ini, siapa yang peduli?

Tak ada lagi yang datang ke perpustakaan.
Tak ada yang duduk diam, sekadar membaca atau menulis resensi.
Rak-rak menjadi sunyi. Buku-buku mengantuk. Kertas-kertas Kehilangan harapan.

Dulu, sering terdengar bisik dan gumam anak-anak muda yang membaca.
Mereka sibuk mencari kata untuk makalah, jurnal, atau skripsi.
Ada pula bocah kecil yang meminta dengan sopan buku-buku bergambar warna-warni kepada penjaga perpustakaan.

Saat itu, aku sering ditenteng ke sana kemari.
Digenggam penuh semangat untuk menuliskan ide-ide yang meluap dari benak mereka.
Di ujung ketajamanku, mereka menggoreskan pemikiran yang tertata rapi.
Aku menjadi saksi ketika semangat membara berpindah dari kepala ke atas kertas.

Kini, aku tergeletak di pojok meja.
Tak lagi diasah.
Ujungku tumpul.
Penghapus di kepalaku mulai keras dan kaku.
Debu perlahan menyelimuti tubuh kayuku yang kusam.

Dari sudut meja yang sepi, perlahan kudengar suara pintu dibuka.
Terdengar gelak tawa bocah memecah keheningan.
Ia tertawa, berjoget, dan berbicara sendiri pada sebuah kotak hitam yang menyala.
Benda itu memunculkan gambar bergerak, bersuara, bahkan bisa membalas.

Ya, aku ingat betul:
benda itulah yang menyingkirkanku dari genggaman bocah itu.
Benda yang sama yang mengusir buku-buku—sahabat setiaku—ke sudut rak yang dilupakan.

Baca Juga :  Sepucuk Surat untuk Guru

Ya, buku-buku itu.
Dari mereka, aku menolong melahirkan ide-ide.
Dari huruf-huruf di dalamnya, kutemukan alasan untuk terus diasah.
Namun kini, ide-ide itu terkubur bersama literasi yang perlahan padam di negeri ini.

Penulis, yang dulu dielu-elukan karena keindahan kata,
kini hanya menjadi bagian dari komunitas kecil yang nyaris tak terdengar.
Hanya segelintir yang bertahan,
mempertahankan cinta pada kalimat dan imajinasi.

Entah esok atau lusa, mereka pun akan dilupakan zaman.
Sama seperti aku—yang waktunya sudah tak lama lagi.
Kami semua tergantikan oleh aplikasi-aplikasi
yang tak butuh pengasuh, tak butuh pengasah, bahkan tak butuh kertas.

Di negeri ini, ilmuwan, sutradara, bahkan pemimpin,
adalah mereka yang menguasai aplikasi.
Sebab gagasan kini kalah oleh algoritma.
Imajinasi tumbang oleh mesin.
Dan kata-kata—tersingkir oleh kecepatan.

Aku tahu, aku akan habis. Sehabis-habisnya.
Tapi sebelum ujungku benar-benar tumpul dan tubuhku lapuk,
izinkan aku berkata:

> “Aku pernah menuliskan dunia.
> Meski kini sunyi, aku tak pernah menyesal
> telah kugoreskan ide-ide yang kini terlupakan.”

Setidaknya, di belahan dunia lain—di negeri asal ide—
aku masih digenggam erat.
Ujung-ujungku masih tajam.
Mereka terus mengasuh dan mengasahku,
melampiaskan segala cipta dariku.

Baca Juga :  Ramaikan Digitalk Fest 2023, SiCepat Perkuat Dukungan untuk UMKM Go Digital

Meski di negeri ini, orang-orang telah lupa,
bahwa sejarah yang kutorehkan pernah menyelamatkan mereka.

> “Di negeri ini, akulah yang dahulu
> mencegah kiamat kebodohan itu.”

Di pojok meja yang sunyi,
aku masih mendengar doa-doa lirih dari kawan-kawan sejatiku:
krayon, pena, dan spidol.
Di negeri ilmu, mereka masih dijaga,
masih digunakan oleh anak-anak yang tak diperbudak layar.

Di sana, rakyatnya membatasi anak-anak mereka menggunakan benda kotak hitam
yang melahirkan kemalasan, plagiasi,
keterampilan tanpa gagasan, kecepatan tanpa kedalaman.

Namun di negeriku—negeri yang telah terperdaya oleh keterampilan semu—
mereka lupa bahwa aplikasi-aplikasi itu lahir dari gagasan.
Gagasan yang dulu kutuliskan, bersama para pecandu ide.

Bahkan tulisan ini pun—entah siapa yang membaca.
Siapa peduli?
Siapa mau berkomentar saat ia muncul di beranda
kotak hitam yang memamerkan kemudahan, bukan pengalaman?

Aku yakin, hanya satu-dua yang menyukai,
satu-dua yang membacanya hingga selesai.
Setelah itu, kembali menggulir layar,
mencari hiburan tanpa arah.

Di negeri yang tak lagi resah oleh literasi zaman,
aku hanya bisa menerima takdirku—
bersama rayap dan tumpukan sampah.

Tetap Terhubung
Ikuti Zonanusantara.com untuk mendapatkan informasi terkini.

Related posts