SUKABUMI – Asosiasi Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) mendatangi berbagai kelompok nelayan penangkap benur di Tanah Air untuk mengecek secara langsung penderitaan dan kerugian yang mereka alami.
Wakil Asosiasi PBLN Syaifullah Asnan mengatakan selama ini pihak asosiasi mendapatkan banyak laporan dari kelompok nelayan terkait dampak yang mereka alami akibat larangan menangkap benih lobster.
“Kemarin kami ke Desa Cikahuhuripan dan bertemu dengan ratusan nelayan penangkap benur untuk mendengarkan keluhan mereka. Setelah dari Kabupaten Sukabumi kami akan keliling ke wilayah lain di Jawa dan Sumatera,” ujar Syaifullah, Selasa (25/7)..
Seperti diketahui, sejak Menteri Susi Pudjiastuti mengeluarkan larangan penangkapan benur melalui Permen No, 56/2016, banyak nelayan benur yang menderita kerugian dan menganggur.
Dalam kunjungan itu, PBLN sendiri menerima banyak keluhan dan masukan dari nelayan penangkap benur terkait kesulitan yang mereka hadapi hingga saat ini. Mulai dari intaian aparat penegak hukum hingga putusan hukum yang membuat nelayan dipenjara.
“Makanya kami hadir, bagaimana menguatkan data itu, ini masalahnya ada kerugian negara yang terlalu besar, mohon doanya dikabulkan, kami akan menyuarakan aspirasi ini hingga ke DPR-RI,” jelas Syaifullah
Syaifullah juga membeberkan mereka yang terjerat hukum adalah para penggiat benur, terutama mereka yang terkait dalam aktivitas kurir atau pengiriman benur.
Sampai Mei 2023, lanjut Syaifullah, terdapat 358 kasus yang sudah resmi diputuskan, mulai dari PN, PT maupun MA. Dari 358 kasus yang sudah putus itu, kerugian negara terungkap sebanyak Rp 1,6 triliun.
“358 orang ini yang berkaitan dengan benur, terjerat penyelundupan. Mereka semua termasuk nelayan dan yang membawa ekspedisi, mereka terjerat aturan KKP No 16 Tahun 2022 yang merupakan pengganti dari Peraturan Nomor 17 Tahun 2021 soal larangan ekspor benih bening lobster,” ungkap Syaifullah.
Di tempat yang sama, Kepala Desa (Kades) Cikahuripan Heri Suryana yang akrab disapa Jaro Midun mengatakan mayoritas warganya memang berprofesi sebagai nelayan, terutama penangkap benur. Sehingga, tidak aneh ketika pihak PBLN memilih Cikahuripan sebagai tempat menampung aspirasi.
“Masyarakat desa yang ada di Cikahuripan dari jumlah KK yang ada 1.600 KK, yang mayoritas pada umumnya nelayan, maka sangat ekonomi di desa Cikahuripan ini sangat bergantung kepada hasil dari laut,” ujar Jaro Midun.
Terkait sejumlah keluhan yang disampaikan perwakilan nelayan, PBLN menjelaskan akan melakukan ikhtiar. Harapannya, hal itu bisa menggerakan pemangku kebijakan mulai dari pihak Kementiran KKP.
“Kita mencoba berikhtiar bagaimana menggerakan pemerintah, terutama Kementrian KKP melihat nelayan, keresahan-keresahan yang ada di masyarakat, ternyata kebijakan selama ini justru merugikan mereka,” ujarnya.
“Jadi kita di asosiasi mencoba bagaimana memfasilitasi ini kepada DPR RI membawa asprasi ini, mudah-mudahan mendengar dan mereka juga menyampaikan ini ke kementerian. Kami sudah melalui kajian akademisi, melibatkan kampus ternama di antaranya Unpad ada Unila, itu sudah melakukan riset mulai dari budidaya sampai data terakhir dan kita sudah mendapatkan data dari kementerian sendiri,” beber Syaifullah.