BONE–CV. Dua Tujuh Group mengancam akan menggugat Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bone beserta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Wae Manurung Kabupaten Bone ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ancaman gugatan hukum ini dilakukan menyusul tidak diterbitkannya izin operasional pertambangan batu gamping di Desa Wollangi, Kecamatan Barebbo.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tidak mengeluarkan izin operasional tersebut setelah menerima Surat Pernyataan Penolakan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel Nomor: 660.1/446/DLH/XII/2023. Surat penolakan serupa juga diterima dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Wae Manurung Kabupaten Bone dengan Nomor: 96/690/PDAM/XII/2023.
Langkah hukum ini merupakan respons dari CV. Dua Tujuh Group yang merasa dirugikan oleh keputusan tersebut. Mereka menegaskan bahwa penolakan izin operasional tersebut tidak didasarkan pada alasan yang jelas dan merugikan usaha mereka secara tidak adil.
CV. Dua Tujuh Group telah menyiapkan langkah hukum berikutnya dengan mengajukan gugatan ke PTUN jika tidak ada perubahan dalam keputusan pemerintah terkait izin operasional pertambangan batu gamping di wilayah tersebut.
Perusahaan ini menegaskan bahwa langkah ini diambil guna menjaga keberlangsungan usaha mereka dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Muh. Arma Amin, SH, MH selaku konsultan dari CV. Dua Tujuh Group bersama dengan Direktur Muh. Arafah, mengungkapkan pernyataan penolakan DLH Bone dan PDAM Wae Manurung terhadap rencana kegiatan pertambangan di Desa Wollangi, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Menurut Arma, penolakan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak beralasan.
Arma mengungkapkan bahwa CV. Dua Tujuh Group telah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan, termasuk persetujuan tata ruang dari kabupaten dan provinsi yang berupa PKKPR. “Telah disetujui (syarat sah menambang itu adalah telah tersetujuinya tata ruang),” kata Arma.
Lebih lanjut, Arma menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan yang direncanakan di Desa Wollangi telah mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan nomor induk berusaha berbasis risiko, telah memiliki WIUP eksplorasi, studi kelayakan, dan telah disahkan oleh ESDM.
Arma menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran terkait dengan keberadaan mata air. Menurutnya, batas sempadan mata air menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU) adalah 200 meter, sementara jarak pertambangan yang direncanakan adalah 500 meter.
“Tidak ada bukti bahwa kegiatan penambangan merusak mata air. DLH Bone secara rutin memantau kualitas dan kuantitas mata air Wollangi, dan hasilnya hingga saat ini masih dalam kondisi baik,” ujar Arma. “Pemantauan ini dilakukan oleh Ibu Yuli, staf DLH Bone sendiri.”
Arma juga menambahkan bahwa pada tahun 2022-2023, terjadi kemarau panjang yang menyebabkan penurunan debit mata air Wollangi. Namun, pada tahun 2024, debit mata air tersebut telah kembali normal seiring dengan peningkatan curah hujan.
Kendati demikian, DLH Bone meminta CV. Dua Tujuh Group untuk menyusun kajian terkait alasan penolakan mereka. “Ijin lingkungan juga telah dibahas di Provinsi Sulawesi Selatan, dan sekarang rekomendasi teknisnya tertunda karena adanya surat penolakan dari DLH dan PDAM Kabupaten Bone,” tambah Arma.
Muh. Arma Amin, SH, MH selaku konsultan dari CV. Dua Tujuh Group juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap penolakan pertambangan yang mereka ajukan di Kabupaten Bone. Menurutnya, penolakan tersebut tidak didasarkan pada aturan hukum yang berlaku, sementara disisi lain semua aturan yang berlaku di sistem, mulai dari tahap kabupaten sampai provinsi, telah dipatuhi. Bahkan, mereka sudah membayar pajak yang langsung disetor ke Kasda Provinsi.
“Penolakan pertambangan ini kami pertanyakan alasan hukumnya tidak pernah mensurvei lokasi tiba-tiba melakukan penolakan. Penolakan tidak berdasar dengan aturan. Tidak ada juga rekomendasi untuk memenuhi syarat, sementara kita sudah tahap finishing karena sejak bulan 12 kajian, sampai sekarang kita tidak mendapat kejelasan gara-gara surat pernyataan penolakan,” ujarnya
Muh. Arma Amin juga menyoroti ketidaksetaraan perlakuan terhadap pertambangan legal dan ilegal. “Yang membuat sakit hati adalah kita mau bermitra, justru dipersulit. Sementara di sisi lain, ada tambang ilegal yang beroperasi tanpa hambatan,” tegasnya.
Konsultan dan pihak terkait telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, karena kerugian yang sudah mencapai ratusan juta rupiah, mereka tidak punya pilihan selain mengambil langkah hukum.
“Ini kita tempuh karena kerugian sudah ratusan juta rupiah. Untuk dokumen pertambangan saja, sudah keluar dana 3 sampai 4 ratus juta, karena untuk melengkapi semua dokumen kita gunakan konsultan, kita gunakan ahli geologi,” tambah Muh. Arma Amin.
Mereka berencana untuk menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mencari keadilan. (*)