Politik Pencitraan Berujung Pidana

IMG 20211002 161556 - Zonanusantara.com

IMG 20211002 161556 - Zonanusantara.com

 

Read More

Oleh : George da Silva

BUKAN ANEH, tetapi dipertanyakan mengapa kasus Walikota Malang Sutiaji gowes rombongan Aparatur Sipil Negara (ASN) bersama pejabat Pemerintah Kota Malang (Pemkot) ke Pantai Kondang Merak, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Minggu (19/9/2021) diambil alih Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Setelah berita di media masa (cetak), Media Sosial (Medsos) dan laporan dari anggota masyarakat ke Polres Malang. Tiba-tiba diambil alih Polda Jatim sejak Rabu (30/9/2021). Padahal Polres Malang menangani, dan telah mengambil keterangan sebanyak 21 orang.

Alasan ambilan alih, menurut Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko, agar lebih fokus dalam penanganan dugaan pelanggaran PPKM. Kalangan ASN yang telah diambil keterangan antara lain Kabag Umum Arif Tri Setiawan, Kabag Humas Donny Sandito. Sebelumnya Polres Malang rencana pemanggilan Sutiaji, Senin (27/9/2021), terpaksa dibatalkan karena kasus diambil alih dan rencana yang memanggil Sutiaji adalah Polda Jatim.

Masyarakat bertanya mengapa Polda Jatim mengambil alih kasus ini. Apakah Polres Malang SDM-nya kurang terampil dan memadai atau ada kepentingan yang lain. Kita ketahui semua rombongan adalah ASN Pemkot Malang berdomisili di Malang Raya. Apakah lebih efektif dengan tidak mengundang semua yang terlibat dalam “Kondang Merak Gate” harus bolak balik Malang –Surabaya, dan mereka meninggalkan pekerjaannya sebagai pelayanan publik. Sebaiknya penyidik Polda Jatim turun mem-back up kawan-kawan penyidik di Polres Malang. Hal ini, lebih efektif dan efisiensi, serta cepat menanganinya.

Politik Pencitraan

Masyarakat mencurigai atau menduga dengan kegiatan Walikota Malang Sutiaji dan rombongan pejabat/ASN gowes ke Pantai Kondang Merak, adalah sebuah pencitraan kepada bawahannya, kepada lingkungan ASN di Pemkot Malang, serta pencitraan kepada masyarakat Kota Malang. Politik identitas atau politik martabat yang dimainkan, dimanuver oleh Sutiaji masyarakat telah membaca “kartu truf” dengan alasan berolahraga sekaligus pekernalkan pariwisata. Mengapa Sutiaji tidak membuat pemetaan gowes seputar wilayah Kota Malang ketika mengajak pejabat/ASN untuk bersepeda. Hal ini, lebih bermanfaat, efektif, tepat sarannya mengunjungi tempat-tempat wisata.

Baca Juga :  Isu Eskploitasi Ekonomi Anak dalam Dunia Pendidikan

Sutiaji sebagai aktor berperan aktif memanuver kegiatan gowes, telah memperhitungkan untung ruginya membawa rombongan. Pada saat itu, Pemerintah Kabupaten Malang belum mencabut status beroperasi dari tempat wisata “Pantai Kondang Merak” dalam Level 3. Tetapi, Sutiaji dan rombongan nekat menerobos larangan tersebut tidak lebih dulu berkoordinasi dengan pejabat, Bupati Malang, HM. Sanusi dengan alasan jaringan telepon tidak dapat tersambung. Setelah kasus diviral/video dan terpublikasi, baru Sutiaji melemparkan bola panas kepada Sekretaris Daerah Kota (Sekkot) Malang, Erik Setyo Santoso dan Sekkot melempar bola kepada Kabag Humas, Donny Sandito untuk berhadapan dengan masyarakat. Sutiaji bermain dengan politik pencitraan berujung pada pidana. Hal ini, sangat memalukan sebagai pejabat dan masyarakat Kota Malang.

Ketua dan Anggota DPRD Kota Malang juga angkat bicara mengecam apa yang dilakukan oleh Sutiaji, pejabat/ASN di lingkup Pemkot Malang dalam kondisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), bahkan masyarakat dan Lembaga Swdaya Masyarakat (LSM) berunjuk rasa di depan Balai Kota dan Kantor DPRD Kota Malang. Mereka beramai-ramai melaporkan Sutiaji dan rombongan ke Polres Malang agar ditindak secara hukum. Jangan sampai pisau atau tombak itu “tajam ke bawah, dan tumpul ke atas”. Kondisi ini, sedang terjadi di negeri ini.

Sutiaji sedang menunjukkan kepada masyarakat politik pencitraan, politik idenitas, politik martabat bahwa dia adalah sang penguasa di wilayah Kota Malang, dan bisa berbuat apa saja walaupun dalam suasana PPKM. Politik identitas ini, akan memecah belahkan kerukunan yang selama ini telah dirawat dengan susah payah oleh para elite politik, elite Partai Politik (Parpol), elite/tokoh agama, elite birokrasi dan elite masyarakat. Kerukunan dan kesolidan kehidupan sosial masyarakat dengan peristiwa “Pantai Kondang Merak”, para pendukung diadu domba dan masyarakat sebagai objek politik.
Polda Belum Menangi

Polres Malang telah menetapkan seorang anak Kepala Desa Gading, di Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang sebagi tersangka. Karena berkerumunan dalam acara peresmian kafe melanggar PPKM Covid-19 Level 4 dan menggelarkan orkes dangdut. Kasusnya sedang diproses, dan mengapa kasus Sutiaji diambil alih oleh Polda Jatim. Memang secara hirarkir kapan saja bisa mengambil alih suatu kasus apakah sedang berjalan dan menjadi komsusi publik, semuanya itu sah-sah saja.

Baca Juga :  Napak Tilas Para Legen Sepak Bola

Belum lagi kasus viral pengunjung kafe di Kota Malang mengabaikan Prokes Covid-19, warganet malah mempertanyakan kasus gowes Walikota Malang Sutiaji. Di kafe itu, terlihat dari video di youtube para pengunjung secara bergerombolan, tidak mengenakan/memakai masker, mereka berjoget diiringi live music, dan tertulis di layar “DILARANG KERAS!! Mengambil foto/video di area ini”. Apakah pemilik kafe dan semua peserta dijadikan “tersangka”. Apakah Polres Kota Malang sedang menangani kasus ini, juga akan diambil alih oleh Polda Jatim. Kenapa anak seorang Kepala Desa Gading mengumpulkan/kerumunan dan melanggar Prokes Covid-19 tidak diambil alih oleh Polda Jatim, tetapi Polres Malang berani menetapkan sebagai tersangka. Masyarakat harus memberi dukungan kepada Polres Malang dalam kasus anak kepala desa.

Kita bertanya kasus Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa merayakan Hari Ulang Tahun di Rumah Jabatan Gubernur Jatim Gedung Negara Grahadi Surabaya pada masa Covid-19, Rabu (19/5/2021) dilarang pemerintah untuk melakukan pesta dan kerumunan orang, dan menampilkan artis ibu kota. Kasus ini, dilaporkan oleh masyarakat dan sejumlah LSM ke Polda Jatim. Tetapi kasusnya, belum ada penanganan lebih lanjut dan tuntas. Malahan tidak ada kabar sampai saat ini. Mana mungkin kasus Gubernur Jatim saja belum bisa dituntaskan oleh Polda Jatim, ternyata kasus “Pantai Kondang Merak” diambil alih dari Polres Malang. Timbul pertanyaan apakah Polda Jatim mampu meredamkan kasus yang terjadi di Malang akan nasibnya sama dengan kasus Gubernur Jatim.
Berharap Polda Jatim mampu menangani kasus Pantai Kondang Merak dan Kasus Gubernur Jatim sampai ke persidangan di Pengadilan Negeri. Masyarakat menunggu kepastian, keadilan hukum. Masyarakat berharap penegak hukum jangan ikut bermain politik dalam kedua kasus ini. Lambat atau cepat merupakan prestasi dan kinerja dari jajaran kepolisian di Jawa Timur. Semoga.

Geogre da Silva : Mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *