JAKARTA, – Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo disebut sebut sebagai calon Kapolri pengganti Idham Azis. Nama Kabareskrim Mabes Polri ini marak diberitakan sejumlah media nasional bahwa Presiden Jokowi bakal mengajukan nama ini ke DPR.
Menanggapi hal tersebut, Petrus Selestinus mengatakan untuk kebutuhan negara saat ini terutama menjaga ketertiban umum dan dunia maka Listyo Sigit Prabowo bukan pilihan tepat.
Diketahui Kapolri Jend Idham Azis akan pensiun dalam bulan ini. Beredar sejumlah nama sebagai pengganti Jendral Polisi asal Sulawesi Selatan ini.
“Yang perlu dipikirkan oleh kita semua adalah bagaimana menunjuk seorang Kapolri yang tepat, yang bisa menjawab kebutuhan Negara ke depan, dengan melihat dinamika politik yang berkembang saat ini,” kata Petrus Selestinus dihubungi Selasa (12/1).
Dijelaskan memilih seorang Kapolri, tidak semata-mata urusan hak prerogatif Presiden dan tidak absolut menjadi hak prerogatif Presiden, karena secara mekanisme harus melalui usul dari Kompolnas, dan diuji kelayakan dan kepatutan oleh DPR. Setelah itu sambung Selestinus dikrim ke Presiden agar Presiden tidak terjebak dalam pola rekrutmen seperti membeli kucing dalam karung.
Pengacara senior asal Nusa Timur ini mengatakan tantangan terberat saat ini, adalah munculnya gerakan radikalisme, intoleransi dan terorisme dengan basis ormas radikal dan berpaham khilafah yang
belum tertangani dengan baik, maka kriteria untuk menjadi Kapolri pasca Jenderal Idham Azis, adalah tipe atau karakter Kapolri yang membawa visi negara menjaga NKRI tanpa kenal gigi mundur.
Karena itu menurut Selestinus sosok Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo, tidak realistis untuk jabatan Kapolri, karena ia tidak punya track record yang dibanggakan yang menjadi kredit point untuk jabatan Kapolri.
“Apalagi selama menjadi Kabareskrim, terjadi masalah mismanagement dalam penanganan kasus Djoko S Tjandra, yang berakibat dua Jenderal Polisi menjadi tumbal akibat salah urus keresersean,”ujarnya.
Selain itu Kapolri baru 2021 ke depan harus mampu mewujudkan komitmen nasional dan internasional negara dalam menjaga ketertiban umum dan ketertiban dunia sesuai amanat konstitusi serta menjaga
NKRI dari ancaman ideologi khilafah, radilalisme, Intoleransi dan terorisme demi mewujudkan ketetiban dunia sebagai komitmen internasional.
Untuk itu pengacara yang pernah membela kasus PDI Surjadi ini menyarankan agar .
Kompolnas dan Komisi III DPR sebaiknya membuka kotak pengaduan untuk menampung informasi dari masyarakat tentang rekam jejak atau track record para calon Kapolri.Dengan begitu papar Selestinus Kompolnas dan DPR tidak terjebak dalam pola rekrutmen yang bersifat tertutup, seperti membeli kucing dalam karung.
“Media mengangkat rekam jejak prestasi Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo diukur dari pengungkapan kasus Novel Baswedan dan kasus penangkapan Djoko S. Tjandra, sebagai referensi menuju Tb 1, maka di mata publik, ini adalah langkah mundur dan sangat memalukan. Untuk itu kotak informasi dari masyarakat pencari keadilan mutlak ada dan harus dibudayakan,” beber Selestinus.
Selain itu Publik melihat penanganan kasus Novel Baswedan dilakukan secara setengah hati, sehingga hasilnya juga minus malum, sedangkan kasus Djoko S.Tjandra justru merupakan potret buram penegakan hukum di era Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit Prabowo, karena buronan terpidana Djoko S. Tjandra sempat melanglang buana mengurus KTP, mengajukan PK sehingga terkesan dibiarkan dengan daya rusak yang tinggi, hingga menyeret dua perwira Polisi menjadi tumbal.
“Karena itu demi masa depan NKRI yang lebih baik, terutama penanganan masalah ketertiban umum, penegakan hukum, dan pengayoman terhadap masyarakat yang heterogen, maka Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo, tidak layak diusulkan apalagi dipilih jadi Kapolri, ” pungkasnya