Masyarakat Flores Diaspora Dukung Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores

Screenshot 2023 06 07 15 31 04 73 6012fa4d4ddec268fc5c7112cbb265e7 - Zonanusantara.com
Foto Piter S

JAKARTA– Lebih dari 100 orang tokoh sekepulauan Flores dari berbagai profesi, tokoh muda dan mahasiswa di Jabotabek, Surabaya dan utusan dari sejumlah kabupaten di Flores yang hadir dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores (P4KF) di Gedung Djuang 45, Jakarta (6/6) sepakat dengan rencana pembentukan provinsi kepulauan Flores, yang saat ini terdiri dari 9 Kabupaten, yakni Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur dan Lembata.

Sebagai pusat pertumbuhan pariwisata ekonomi nasional baru seiring dengan penetapan Labuanbajo sebagai destinasi wisata premium, maka posisi kepulauan Flores harus diperkuat menjadi daerah otonom baru. Apalagi provinsi NTT saat ini tergolong provinsi tergemuk di Indonesia, yang terdiri dari 21 kabupaten dan 1 kota. Dari aspek birokrasi dan pelayanan publik, wilayah kepulauan yang luas ini membutuhkan biaya tinggi (high cost) dan rentang kendali (spent of control) pembangunan terlalu panjang, sehingga tidak efisien dan efektif. Sementara dari aspek geopolitik, pergeseran persaingan global ke Asia Pasifik harus diantisipasi sejak dini dengan memperkuat pososi daerah di kawasan Timur Indonesia, termasuk kepulauan Flores guna membentuk sabuk pengaman demi kepentingan ideologi dan keamanan nasional.

Read More

Dalam Rakernas tersebut, Ketua Umum P4KF Adrianus Jehamat menegaskan, bahwa P4KF bukan penggagas aspirasi pembentukan provinsi kepulauan Flores, tetapi hanya melanjutkan apa yang telah dimulai dan ditabur oleh para sesepuh sekepulauan Flores yang embrionya tumbuh di Lembata (Lomblen) 1954. Keinginan para tokoh sekepulauan Flores untuk membentuk provinsi kepulauan Flores pada masa itu semakin mengerucut pada rapat Partai Katolik di Nele pada 1956. Karena berbagai pertimbangan politik, sosial dan isu strategis pada masa itu, aspirasi itu dikubur untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh wilayah Keresiden Timor yang meliputi pulau Flores, Sumba, Timor, Alor dan pulau-pulau kecil lainnya, yang melahirkan provinsi Nusa Tenggara Timur dengan ibukota di Kupang.

Namun spirit perjuangan pembentukan provinsi kepulauan Flores tidak pernah padam. Ketika Orde Reformasi lahir pada 1998 lalu yang ditandai perubahan profil sistem politik, pemerintahan dan hukum di Indonesia menjadi amnusi baru bagi gerakan pemgbentukan provinsi kepulauan Flores. Dilegitimasi oleh UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, sejumlah daerah berlomba-lomba memekaran diri menjadi daerah otonomi baru, baik kabupaten/kota maupun provinsi, termasuk rencana pembentukan provinsi kepulauan Flores. Para elit politik Flores, baik di Flores maupun di diaspora giat melakukan konsolidasi dan lobi-lobi politik melalui wadah Komite Pengkajian dan Pembentukan Provinsi Flores (KP3F) yang berkantor pusat di Maumere (1999) dan KP3F tingkat nasional di Jakarta di bawah komonda alm. Brigjen Pol (Purn) Drs. Anton Enga Tifaona sebagai Ketua Umum dan Drs. Richard Bagun sebagai Sekretaris Jenderal. Namun impian untuk mewujudkan pembentukan provinsi kepulauan Flores pada tahun 2003 itu kandas karena tidak ada kesepakatan diantara para elit mengenai calon ibukota provinsi Flores. Ego kedaerahan menghancurkan impian besar sekitar 2 juta rakyat Flores saat itu.

Baca Juga :  Gandeng Seasoldier, PIS Gelar Literasi Kelautan dan Penanaman Mangrove di Bali

Setelah 10 tahun mati suri, aspirasi pembentukan provinsi kepulauan Flores mulai dihidupkan kembali oleh sejumlah masyarakat sipil di Flores dengan menggalang konsolidasi dan lobi-lobi politik terhadap para para elit politik di 9 kabupaten sekepulauan Flores. Hasilnya terbentuk wadah baru Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Flores (P4KF) sebagai rumah besar bersama sekitar 2,5 juta rakyat Flores untuk menjemput pembentukan provinsi kepulauan Flores. Dalam Kongres yang diinisiasi P4KF di Mbay pada tahun 2015, para bupati dan DPRD sekepulauan Flores sepakat untuk membentuk provinsi kepulauan Fores. Pada tahun 2016, dokumen kesepakatan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Gubernur NTT, Kementerian Dalam Negeri, Komisi II DPR RI dan lembaga terkait lainnya.

Selanjutnya Frans Mado, Kabid Diplomasi, Strategi dan Taktik P4KF memaparkan tentang tantangan dan peluang pembentukan provinsi Flores di tengah kebijakan moratorium pemekaran. Putra Nagekeo yang berdomisili di Perth, Australia tersebut menyebutkan, tantang internal yang sangat kronis saat ini adalah ego kewilayahan para elit politik sekepulauan Flores. Hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai calon ibukota provinsi Flores, selalu ada tarik menarik kepentingan yang tidak relevan. Namun tantangan itu bersifat sementara karena secara politis dan ekonomi, posisi Flores saat ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru dengan ditunjuknya Labuanbajo sebagai destinasi wisata premium. Posisi Flores harus diperkuat sebagai sebuah daerah otonomo baru untuk dapat mengelola semua potensi daerah di kepulauan Flores. Sedangkan tantangan moratorium pemekaran bersifat sementara, karena UU No. 23 Tahun 2014 dan PP 78 Tahun 2007 yang melegitimasi pemekaran daerah kabupaten/provinsi belum dicabut. Karena itu, peluang pembentukan provinsi Flores terbuka lebar.

P4KF menilai, episentrum perjuangan pembentukan provinsi Flores selanjutnya harus ada di ibukota negara Jakarta. Atas pertimbangan strategis tersebut, P4KF menggelar Rakernas untuk melakukan konsolidasi dan restrukturisasi kepengurusan P4KF tingkat nasional, termasuk organ-organ keorganisasian yang dianggap vital dan relevan bagi perjuangan pembentukan provinsi Flores di level nasional.

Dalam Rakernas di Gedung Djoeang 1945 tersebut mayoritas peserta mengapresiasi para inisiator P4KF yang dalam keterbatasan telah merawat dan menggelorakan spirit pembentukan provinsi Flores. Banyak tokoh yang memberi saran agar secara keorganisasian P4KF pusat perlu direvitalisasi dengan prinsip “The right man on the right place” dan melibatkan seluruh perwakilan dari 9 kabupaten sekepulauan Flores. Demikian juga dengan P4KF tingkat nasional di Jakarta, agar diisi oleh sosok-sosok influencers yang memiliki bargaining position untuk melakukan lobi-lobi politik di tingkat atas.

Para peserta sepakat, bahwa pemerintah pusat perlu mempertimbangkan kembali kebijakan moratorium pemekaran, khususnya untuk provinsi NTT. Saat ini profil provinsi NTT adalah yang tergemuk di Indonesia, yakni 21 kabupaten dan 1 kota yang tersebar di sejumlah pulau. Dari aspek birokrasi, provinsi kepulaun yang gemuk ini menyebabkan birokrasi biaya tinggi (high cost) dan rentang kendali (spent of control) yang sangat penjang. Tidak efektif dan tidak efisien. Karena itu, provinsi NTT perlu membelah diri menjadi 2 atau 3 provinsi.

Baca Juga :  Marak Kasus Bullying: Mantan Ketua KPAI Melaunching Gerakan Pelopor Anti Bullying Melalui Sang Juara

Rakernas yang dipandu oleh Dr (c) MM Ardy Mbalembout, SH, MH, CLA, AllArb dan Yons Ebit, S.Fil sebagai moderator berjalan kondusif dan menghasilkan 6 butir rekomendasi, yaitu:

Pertama, dari aspek legal, pemekaran wilayah menjadi daerah otonom baru sah-sah saja dan konstitusional. Pemekaran wilayah (kabupaten atau provinsi) dilegitmasi oleh Pasal 32 dan Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007. Berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 78 Tahun 2007, Kepulauan Flores yang saat ini terdiri dari 9 Kabupaten sangat layak dimekarkan dari provinsi induk Nusa Tenggara Timur. Aspirasi pemekaran provinsi kepulauan Flores telah mengendap selama 67 tahun, tepatnya sejak 1954. Aspirasi tersebut terus bertumbuh di kalangan masyarakar Flores hingga saat ini. Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores (P4KF) sebagai wadah perjuangan aspirasi pembentukan provinsi kepulauan Flores terus merawat dan menggelorakan pemekaran provinsi NTT menjadi provinsi kepulauan Flores sejak 2013 silam.

Kedua, P4KF mendesak pemerintah pusat untuk mempertimbangkan kembali dengan arif dan bijaksana berkaitan dengan kebijakan moratorium pemekaran, khususnya pemekaran provinsi Flores agar segera dibuka, terutama berkaitan dengan perkembangan geopolitik dan pergeseran perkembangan global ke kawasan Asia Pasifik. Posisi daerah-daerah di bagian Timur Indonesia, termasuk Flores harus diperkuat sebagai sabuk pengaman bagi kepentingan nasional. Provinsi provinsi NTT saat ini terlalu gemuk dan tidak efektif dan efisien dari aspek birokrasi (biaya tinggi) dan rentang kendali pembangunan terlalu panjang.

Ketiga, P4KF mendesak Pemprov NTT untuk menanggapi aspirasi pembentukan provinsi Flores secara positif dengan memfasilitasi berbagai kegiatan berkaitan dengan proses pembentukan provinsi kepulauan Flores.

Keempat, P4KF mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD di masing-masing 9 Kabupaten sekepulauan Flores untuk menyiapkan diri sebaik-baiknya dan melakukan langkah-langkah konkrit sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 78 Tahun 2007 demi terwujunya pembentukan provinsi kepulauan Flores.

Kelima, P4KF mengajak seluruh komponen masyarakat NTT, khususnya Flores, baik di daerah maupun di diaspora untuk menyamakan visi dan persepsi tentang pembentukan provinsi kepulauan Flores dengan memperhatikan 3 instrumen, yakni instrumen kebijakan (berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat), instrumen program (apa yang harus dibuat, bagaimana perencanaan dan pentahapannya) dan instrumen finansial (bagaimana menggalang dana untuk mendukung pemekaran).

Keenam, P4KF sepakat untuk membentuk Formatur dalam rangka revitalisasi dan restrukturasi P4KF pusat di Flores dan P4KF nasional Jakarta selambat-lambatnya 6 Juli 2023.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *