Briket Kelapa Belum Layak Gantikan Batubara

Briket Kelapa Belum Layak Gantikan Batubara
Bambang (Foto Setiawan Liu)

Catatan : Setiawan Liu, Jakarta. 

 

JAKARTA– Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) melihat briket arang (dari batok/tempurung kelapa) di berbagai negara di Eropah hanya sebatas untuk pemanas ruangan. Sementara di Indonesia, proses penambangan batubara menjadi batubara lagi digunakan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

“Briket yang kita buat di Indonesia, batubara jadi batubara lagi, digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Tidak berubah karakteristiknya batubara kalau karakteristik briket kelapa bisa berubah,” Direktur Eksekutif Aspindo, Bambang Tjahjono mengatakan kepada zonanusantara, belum lama ini.

Pemanas ruangan dengan briket kelapa biasanya dilengkapi binder, dan tidak bisa masuk lagi untuk power plant (pembangkit listrik). Ia menjelaskan briket yang diproduksi PT Bukit Asam (PTBA) hanya untuk pengganti arang dapur, bukan untuk PLTU. Hala ini kata dia, sudah pernah produksi briket untuk pengganti arang dapur, tapi tidak lagi. Karena itu untuk supply batubara ke pabrik, terutama pembangkit listrik, nilai kalori batubara yang menentukan. Selain, briket kelapa untuk pembangkit listrik, biaya produksinya jauh lebih mahal.

Baca Juga :  Grebek Syawal Masyarakat Bandulan Gelar Seni Budaya dan Pasar Rakyat

“Kecuali harga batubara sedang gila-gilaan (sangat mahal), briket no problem. Batubara dibuat briket, sehingga tidak kembali lagi seperti semula. Misalkan kalorinya hanya 3000 kkal, kebutuhan 4000 kkal, briket batubara kena hujan, kena panas, karakteristiknya tidak kembali lagi,”jelas Bambang Tjahjono.

Prospek briket kelapa tidak bisa ujuk-ujuk menggantikan batubara. Batok/tempurung kelapa dibakar, tetap mengeluarkan karbon sehingga briket kelapa tidak sepenuhnya ramah lingkungan. Kalaupun ramah lingkungan, skala usahanya relatif kecil. Titik panasnya berbeda antara briket arang dengan batubara. Logikanya, kalau briket kelapa prospektif, PLN (Perusahaan Listrik Negara) pasti membeli batok/tempurung kelapa untuk bahan bakunya. Selain, cangkang sawit memang murah, bisa sebagai bahan bakar dan dijadikan arang. Ada juga kemungkinan, cangkang sawit bisa digunakan sebagai campuran biodiesel.

Baca Juga :  Dekopinwil Jateng Kunjungi  Kopwan Malang

Menurut Bambang, batubara dicampur briket kelapa, sementara pembangkit listrik butuh mass production dan big scale (skala usaha yang besar). Skala produksi 50 ton/jam masih kategori kecil. Tambang batubara dengan kapasitas produksinya 1 juta ton/tahun, itu juga masih kategori skala kecil.

“Kalau tambang besar, produksinya 5 juta – 10 juta per tahun. Kalau 50 ton/jam, dikalikan 6000/tahun, (nilai) baru sekitar 300 ribu ton. itu masih sangat kecil. Apalagi kalau hanya mengandalkan cangkang sawit, jangan bermimpi big scale. Bahannya juga tidak banyak. Kalau dicampur, hanya berapa persen?! Tidak worth it, titik bakarnya beda,” pungkas Bambang Tjahjono.

Tetap Terhubung
Ikuti Zonanusantara.com untuk mendapatkan informasi terkini.

Related posts