Sebelum menentukan sebuah pilihan, terlebih dahulu orang mempertimbangkan berbagai macam kemungkinan serta pengaruhnya. Baik atau buruknya risiko yang akan terjadi dapat diketahui lewat pertimbangan.
Orang yang tidak melakukan pertimbangan secara baik, biasanya akan mengambil keputusan dengan ceroboh yang dampaknya pasti buruk. Pertimbangan yang baik akan melahirkan keputusan yang baik pula. Termasuk dalam dunia politik, masyarakat mesti menentukan pilihannya dengan penuh pertimbangan yang matang.
Dampak buruk akan terjadi di kemudian hari apabila masyarakat memilih tanpa pertimbangan yang baik. Oleh karena itu, cara memilih masyarakat sangat menentukan nasib masyarakat itu sendiri.
Di bawah ini, penulis akan menjelaskan secara ilmiah tentang pemilih yang rasional dan irasional serta pengaruhnya terhadap masa depan Indonesia.
Arti Kata Rasional dan Irasional Secara Etimologi
Kata rasional menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti menurut pikiran yang logis, atau menurut pikiran yang sehat, atau cocok dengan akal. Pada dasarnya, makna dari rasional adalah bisa di terima oleh akal dan dipertanggungjawabkan, misalnya saja pola pikir, ide atau sesuatu yang benar-benar di dasarkan pada logika sehat sehingga dapat di terima oleh akal manusia. Sebut saja seperti ketika haus maka minum air.
Sedangkan lawan kata dari rasional adalah irasional, yaitu cara berpikir yang tidak sesuai akal sehat, dan alasan yang tepat. Contohnya percaya pada hal-hal mistik. Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Madilog: Meterialisme, Dialektika dan Logika, melihat pemikiran irasional sebagai sesuatu yang gelap dan berbahaya karena berada dalam pengaruh roh atau hal-hal gaib. Berangkat dari pemikiran Tan Malaka tersebut menurut penulis cara berpikir yang irasional tidak boleh digunakan sebagai jalan untuk menghasilkan keputusan, termasuk dalam menentukan pilihan politik.
Mengapa dilarang karena itu bisa menjerumuskan siapa saja ke dalam sebuah keputusan yang ceroboh dan tidak masuk akal. Penulis yakin pada kemungkinan tersebut karena di dalam pemikiran yang irasional tidak ada yang nyata. Yang tersedia di dalam dunia irasional hanyalah hal-hal yang abstrak, imajinatif bahkan fiktif dan semua itu sangat kontras dengan politik. Politik menginginkan kebalikan dari apa yang ada dalam alam irasional yakni sesuatu yang nyata.
Dalam semua aspek kehidupan, pemikiran yang rasional dan irasional selalu kita gunakan setiap hari. Termasuk pada dinamika politik, rasionalitas dan irasionalitas sangat penting karena menjadi penentu kualitas dari setiap pilihan politik. Ketika salah dalam mempertimbangkan, besar kemungkinan pilihan yang di hasilkan pun juga akan ikut salah bahkan justru mengecewakan.
Dua Pertimbangan Rasional Dalam Menentukan Pilihan Politik
Dalam menyongsong pemilihan umum (Pemilu) 2024, masyarakat perlu di edukasi tentang cara memilih yang rasional. Dalam konteks politik ada dua kategori pemilih yakni pemilih rasional dan pemilih irasional. Penulis agak pesimis dengan masyarakat yang belum paham tentang cara memilih yang rasional dan bebas dari intervensi pihak lain. Apalagi pertarungan politik di tahun 2024 nanti akan sangat keras karena pemilihan umum dari level daerah hingga pusat dilakukan secara serentak. Oleh karena itu edukasi politik yang masif dan konsisten sangat penting di lakukan.
Pemilih rasional adalah mereka yang mampu menentukan pilihannya dengan melihat rekam jejak dan visi-misi. Bukan memilih karena hubungan kekerabatan, suku, agama dan ras. Jadi sekali penulis tegaskan lagi, dua pertimbangan rasional dalam menentukan pilihan politik hanya ada dua yakni dengan melihat rekam jejak dan visi-misi figur. Pertanyaannya rekam jejak dan visi-misi yang bagaimana?
Menurut penulis jawabannya adalah rekam jejak yang sarat dengan prestasi serta visi-misi yang pro pada kepentingan masyarakat (Bonum Comunne). Selain dari dua alasan (rekam jejak dan visi-mis) tersebut tidak ada lagi pertimbangan yang lebih ideal dalam kaca mata pemilih rasional.
Pemilih irasional adalah pemilih yang menentukan pilihan dengan melihat pada hubungan kekerabatan, suku, agama dan ras. Karakter pemilih irasional biasanya mengabaikan kualitas figur. Bahkan selain mengabaikan kualitas figur (rekam jejak dan visi-misi), pemilih irasional rentan terjerumus dalam praktek money politik yang dampaknya membahayakan kesejahteraan mereka sendiri. Selagi secara kuantitas jumblah pemilih irasional masih mendominasi maka kita akan tetap mendulang hasil pemilu (Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif) yang bobrok dan tidak berkualitas.
Sebagai bentuk dari implikasi politik yang positif, penulis sangat yakin bahwa semakin tinggi kualitas pemilu kita, maka akan semakin baik pula para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat maupun pemimpin di lingkup eksekutif. Apabila kita bersedia menjadi pemilih yang rasional dan berkomitmen untuk memegang teguh prinsip-prinsip di atas, niscaya peradaban politik dan demokrasi kita akan semakin maju.
Sebagai harapan penulis optimis bahwa politik secara nasional akan dapat di jamin kualitasnya dengan keberadaan pemilih rasional yang mendominasi. Apalagi hanya dalam lingkup lokal seperti di kabupaten Timor tengah utara, ketika pemilih rasional mendominasi tentu perubahan yang terjadi akan lebih signifikan di rasakan oleh masyarakat.
Sekali lagi rekam jejak yang sarat dengan prestasi dan pencapaian gemilang, di tunjang dengan visi dan misi yang berpihak pada kepentingan masyarakat adalah modal terbesar yang sangat menentukan terjadinya perbaikan dan perubahan. Oleh karena itu, pesan bagi masyarakat ketika akan melakukan pemilihan di 2024 nanti, ingat pilihlah mereka yang rekam jejaknya sarat dengan prestasi dan visi-misi yang pro pada kepentingan masyarakat. Jika dua hal ini tidak ada maka jangan pilih. Salam Demokrasi !