
Hendrika LW
Ku tuliskan sepucuk suratku
untukmu, sahabatku..
Selembar kertas buram,
tanpa hiasan
Kertas itu mewakili hatiku,
yang senada dengan warna itu
Berderet-deret kata
ku rangkai
Kutulis dengan tinta marker
yang dulu ku beli,
saat bertemu denganmu,
pertama kali
Duh, belum selesai kutulis,
tintaku hampir habis
hampir tak terbaca
Mungkin…
sama dengan cintaku
yang hampir habis juga
Ah, lagi-lagi senada
Ya, karena cintaku tumbuh
ketika ku beli pena itu
Apa lagi ya…
yang harus kutulis
dalam lembar surat ini?
Oh iya, kupinta maafmu
Dan ku ucapkan
selamat tinggal senja….
Aku kan pergi bersama malam,
yang membawa anganku
dalam ruang sunyi
***
Daun-daun Rindu
Sore itu,
aku termangu di halamanku
melihat dedaunan,
yang riang menari
dalam iringan sepoi syahdu
Aku masih di situ,
mendengar daun-daun waru
yang makin gemerisik,
bersenandung cinta,
dalam tiupan angin senja
Aku masih di situ,
daun-daun waru itu
kini menggodaku,
membawaku bersenandung ria
dan menari bersamanya
Aku masih di situ
Ku genggam daun-daun itu,
dengan jemari hangatku,
Lalu ku bawa di dadaku
dekat dengan hatiku
Daun-daun itu,
tersenyum menatapku
Ia berbisik lirih,
‘Aku sedang merindu,
merindu sesuatu’