Kota Malang – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang terus mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk menekan angka stunting.
Anggota Komisi D, DPRD Kota Malang dari Fraksi PKS, Asmualik mengatakan, meski angka stunting di Kota Malang mengalami penurunan, di tahun 2021 ada sebanyak 25,7 persen, di tahun 2023 turun menjadi 17,3 persen, untuk itu pihaknya terus mendorong Pemkot Malang untuk proaktif dalam upaya penekanan angka stunting.
“Berdasarkan dari data Survei Kesehatan Indonesia, angka stunting di Kota Malang mengalami penurunan, jika berdasarkan data penimbangan bulan September 2024 tercatat ada penurunan dari 9,4 persen pada 2021 menjadi 8,1 persen tahun ini,” ucapnya, saat dikonfirmasi, Rabu (20/11/2024).
Meski menunjukkan kemajuan yang progresif, lanjut Asmaulik, kasus stunting yang tersisa masih memerlukan perhatian yang intensif, terlebih berdasarkan target nasional, angka stunting masih belum mencapai target, yakni sebesar 15 persen.
“Untuk memenuhi target itu, perlu dilakukan penanganan beberapa faktor, karena selain aspek gizi, juga terdapat faktor-faktor lain yang menjadi pemicu utama stunting,” jelasnya.
Asmualik menjelaskan, selain faktor gizi, juga ada beberapa faktor yang menjadi pemicu utama stunting, yakni paparan asap rokok, rendahnya kadar hemoglobin ibu hamil, dan sanitasi buruk.
“Sebenarnya, stunting itu selain disebabkan aspek gizi, juga terdapat faktor-faktor lain, seperti paparan asap rokok yang mencapai 39,8 persen, rendahnya kadar hemoglobin ibu hamil mencapai 19,3 persen, hingga sanitasi buruk yang mencapai 1,5 persen,” terangnya.
Untuk itu, Asmualik menegaskan, Pemkot Malang harus melakukan berbagai langkah strategis, dengan memberikan berbagai bantuan pangan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan), pengajuan bantuan bahan pangan berprotein tinggi melalui Baznas, hingga dukungan kesehatan dan pendidikan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang.
“Untuk menekan angka stunting itu dapat dilakukan dengan mengerahkan berbagai langkah strategis, bahkan dinas lain harus turut mendukung perbaikan akses sanitasi dan pengurusan data kependudukan,” tegasnya.
“Selain itu, juga melibatkan lembaga mitra lainnya, seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perkumpulan Obstetri dan Gynekologi Indonesia (POGI) dan Kantor Urusan Agama (KUA) wilayah, untuk memberikan pendampingan medis, psikologis, dan edukasi keluarga,” imbuhnya.