
MALANG – Ketua Tim Investigasi dan Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Agus Subyantoro, SH, mengatakan prihatin atas adanya pembongkaran pagar tribun stadion Kanjuruhan oleh beberapa pihak yang diduga mengetahui atau terlibat namun kini saling melempar tanggungjawab/cuci tangan.
“Saya menyesalkan dan prihatin atas adanya upaya pembongkaran pagar tribun itu, terlebih beberapa pihak yang diduga mengetahui atau terlibat malah saling melempar tanggungjawab/cuci tangan,” kata dia, Kamis (8/12/2022).
Menurut Agus, pembongkaran pagar tribun Stadion Kanjuruhan tersebut diduga sebagai upaya perusakan atau penghilangan Barang Bukti Kejahatan, yang jelas-jelas mengarah pada Tindak Pidana Obstruction Of Justice sebagaimana diatur dalam Pasal 221 KUHP.
“Karena itu kami meminta dan menghimbau pada Pihak kepolsian, dalam hal ini Polres Kepanjen (Polres Malang) agar mendalami dan mengusut tuntas kejadian ini (pembongkaran pagar tribun Stadion Kanjuruhan),” jelasnya.
Agus menjelaskan, yang menjadi pertanyaan dan patut disesalkan adalah proses pembongkaran yang dilakukan oleh CV. Anam Jaya Tehnik (AJT), karena tanpa ada pemberitahuan maupun ijin dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang sebagai pihak yang mengelola Stadion Kanjuruhan tersebut.
“CV AJT itu beralasan bahwa pembongkaran dilakukan atas dasar Surat Perintah Kerja (SPK) dari pengusaha yang paling berpengaruh di Malang Raya yang mungkin sebagai pihak pemenang lelang (tender) pembongkaran Stadion Kanjuruhan itu,” terangnya.
“Disatu sisi, Bupati Malang menyampaikan bahwa pengusaha yang paling berpengaruh di Malang Raya menyangkal atau tidak memerintahkan pembongkaran tersebut,” tambahnya.
Dengan adanya pernyataan Bupati Malang HM Sanusi tersebut, lanjut Agus, menimbulkan pertanyaan di masyarakat, tentang hubungan pengusaha tersebut dengan Bupati Malang HM Sanusi.
“Ada kepentingan apa Pak Sanusi (Bupati Malang) menyampaikan jawaban/sanggahan dari pengusaha itu, seharusnya pengusaha itu sendiri yang harus menyampaikan ke publik atau melalui Pihak Kepolisian (Polres Malang) apabila memang benar tidak mengelurakna surat Perintah kerja (SPK) pada CV AJT, dan membuat Laporan Polisi atas dugaan memberikan surat palsu/keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP,” tegasnya.
Untuk itu, Agus beranggapan bahwa pembongkaran dan pembangunan kembali Stadion Kanjuruhan tersebut dinilai menghambur-hamburkan uang APBN, dan mematikan aktifitas olahraga dan aktifitas ekonomi diseputaran Stadion Kanjuruhan, karena waktu pembongkaran dan pembangunan minimal 3 tahun.
“Informasinya itu dari APBN, lebih dari Rp. 500 Miliar, yang prioritas sekarang ini pengusutan sampai tuntas Tragedi Kanjuruhan secara fair dan Transparan agar tidak ada lagi aksi masa setiap minggu di Malang Kota maupun Kabupaten, ini berimbas pada arus wisatawan yang mau ke Malang maupun Investor yang akan berinvestasi di Malang, khususnya Kabupaten Malang, perlu duduk bersama, berdiskusi dan dicarikan solusi dengan cepat dan tepat untuk kepentingan semuanya,” tukasnya.