
MALANG – Wacana pergantian nama Kabupaten Malang menjadi Kabupaten Malang, terus menuai kritikan. Hal ini dikarenakan nama kabupaten Malang memiliki filosofi tersendiri.
Sejarawan dan budayawan Malang, Dwi Cahyono menyebutkan, berdasarkan sejarah wilayah Kabupaten Malang yang sudah berusia 1.260 tahun mempunyai nilai historis.
“Nama Malang itu sejak abad 17, dan sudah terkenal di Kesultanan Mataram sebagai wilayah Mancanegara Wetan Malang,” ucap Dwi Cahyono, Kamis (28/9).
Menurut Dwi Cahyono, penamaan Malang sebagai suatu wilayah tak luput dari filosofi karakteristik topografi wilayah yang mengacu pada kondisi pegunungan yang mengelilingi wilayah.
“Penamaan Malang ini tidak mengacu pada nasib seseorang. Tapi, karena bentang arealnya yang tidak pas di seluruh penjuru mata angin,” jelasnya.
Akan tetapi, lanjut Dwi Cahyono, seiring berkembangnya peradaban, wilayah Malang berbentuk seperti dasar mangkok yang berada ditengah-tengah pegunungan yakni Gunung Buring dan Gunung Mujur di Karangploso tersebut berubah menjadi Kadipaten Malang saat Belanda datang ke Nusantara.
“Kala itu (tahun 1914), Kabupaten Malang mengalami pemekaran menjadi Kepanjen dan Kota Praja Malang yang saat ini dikenal sebagai Kota Malang,” terangnya.
Untuk itu, tambah Dwi Cahyono, sebagai sejarawan dan budayawan yang menjunjung tinggi filosofi historis, menyatakan menolak dan tidak setuju wacana perubahan Kabupaten Malang menjadi Kabupaten Kepanjen yang sempat dilontarkan Bupati Malang, HM Sanusi.
“Saya secara pribadi menolak wacana perubahan nama Kabupaten Malang menjadi Kabupaten Kepanjen,” tutup pria yang juga sebagai dosen di Universitas Negeri Malang ini.