Kota Malang – Pekerjaan swakelola pembangunan Planter di area pedestrian yang berada di sepanjang Jalan Semeru, Kelurahan Oro-oro dowo, Kecamatan Klojen, yang dikerjakan oleh Dinas Lingkungan Hidup( DLH) Kota Malang menjadi perhatian publik.
Pasalnya, pembangunan Planter yang ada di pedestrian tersebut, merugikan para pejalan kaki, dan terkesan asal-asalan.
Pemerhati Tata Kelola Pemerintahan Malang Raya Awangga Wisnuwardhana mengatakan, pembangunan Planter di pedestrian tersebut diduga tanpa ada perencanaan matang, terlebih setelah mendapat sorotan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang langsung mengecilkan planter yang ada di pedestrian tersebut.
“Sorotan itu ada karena pembangunan Planter itu dinilai terlalu lebar dan tidak memperhatikan kenyamanan para pejalan kaki yang lewat pedestrian, dan saat ini dinas terkait mulai mengecilkan planter itu dengan harapan pejalan kaki bisa memanfaatkan pedestrian,” ucapnya, saat dikonfirmasi, Rabu (11/9/2024).
Pria yang akrab disapa Angga ini menjelaskan, seharusnya dinas terkait dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang sebelum melakukan pembangunan baik secara swakelola maupun Penunjukan Langsung (PL) atau tender melakukan perencanaan dengan menggunakan jasa konsultan perencana.
“Dari pembangunan planter yang sudah jadi dilokasi pedestrian jalan semeru, tampak bahwa perencanaan dan pelaksanaan dari dinas terkait terkesan asal-asalan, itu terlihat cepatnya merubah ukuran dari besar ke kecil,” jelasnya.
Dengan adanya perubahan bentuk planter tersebut, lanjut Angga, pelaksanaan seharusnya melakukan konsultasi dengan konsultan perencanaan dan pengawas, karena dalam proyek yang menggunakan anggaran dari APBD jika ada terjadi perubahan perencanaan awal proyek yang disesuaikan dengan kondisi lapangan harus ada perjanjian tertulis yang dibuat untuk mengubah kondisi kontrak awal proyek atau biasa disebut Contract Change Order (CCO).
“Pembangunan Planter di Semeru itu asal-asalan, bahkan ada yang melebihi dari posisi pedestrian dan masuk ke bahu jalan raya, padahal bahu jalan itu ada jalur untuk bersepeda, tapi ada yang sudah di atau diperkecil setelah ada kritikan,” terangnya.
“Padahal, dalam kegiatan proyek yang menggunakan uang dari APBD itu jika ada perubahan bentuk berarti ada CCO, lah itu (CCO) dikemanakan,” tanyanya.
Angga menegaskan, melihat dari proses pengerjaan pembangunan Planter itu, terlihat bahwa DLH Kota Malang terkesan semaunya sendiri, dan diduga mau memperkaya diri, karena selain pembangunan Planter, juga beberapa pekerjaan PL yang menunjuk Noer Rahman Wijaya, ST.MM. sebagai Pejabat Pembuat komitmen (PPK), yang merupakan Kepala DLH Kota Malang.
Padahal, PPK merupakan seseorang yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) dalam hal ini Kepala DLH Kota Malang Noer Rahman Wijaya, ST.MM.
“Ini aneh, masak Kepala Dinas menunjuk diri sendiri, karena PPK itu berfungsi sebagai penghubung antara PA/KPA dan penyedia,” tandasnya.
Sebagai informasi, selain pembangunan Planter di pedestrian DLH Kota Malang juga melakukan pembangunan taman di beberapa titik dengan menggunakan sistem swakelola.
Pembangunan itu antara lain, pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) atau taman di Jalan Kediri, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Yamur, dan Jalan Gajahmada, serta taman langsep, Taman Raden intan, Taman bale Arjosari, yang dikerjakan secara bersamaan.
Pengerjaan pembangunan dengan sistem swakelola oleh DLH Kota Malang tersebut rata-rata memiliki nilai pagu diatas Rp 100 juta, seperti pembangunan taman yang berbeda di Jalan Gajahmada, dengan
nilai kontrak: Rp. 138.658.013,99. dikerjakan oleh CV. Multi Niaga Persada.
Dalam pembangunan tersebut, semuanya PPK proyek merupakan Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Wijaya, ST.MM. yang mana seharusnya Kepala DLH menunjuk seorang PPKuntuk melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan dalam pelaksanaan anggaran.
Dan PPK itu wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPK dan/atau wajib memiliki memiliki sertifikat Pengadaan Barang/ Jasa tingkat dasar / level- 1, karena yang bertanggung jawab dan berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam pelaksanaan anggaran yang dapat mengakibatkan terjadinya pengeluaran uang atas beban anggaran.