BONE–Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, kini bersiap meluncurkan program inovatif di bidang pendidikan, yaitu Muatan Lokal (Mulok) Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim. Program ini menjadi bagian dari upaya daerah dalam menghadapi perubahan iklim sekaligus memanfaatkan kearifan lokal sebagai instrumen pendidikan formal. Inisiatif yang digagas oleh pemerintah daerah ini tidak hanya melibatkan peserta didik, tetapi juga para guru dan orang tua, dengan harapan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan lokal dan ketahanan iklim.
Pangan lokal menjadi topik yang sangat relevan dengan keadaan saat ini, terutama terkait perubahan iklim yang berdampak pada ketahanan pangan. Sebagai bentuk pengarusutamaan isu ketahanan pangan di level pendidikan, Muatan Lokal Ketahanan Pangan Lokal (Kanpalo) disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014. Setiap daerah memiliki otonomi untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kearifan lokal yang dimiliki, dan Bone memilih untuk menjadikan pangan lokal sebagai fokus utama.
Melalui Kurikulum Merdeka, program ini dapat diterapkan secara mandiri sebagai mata pelajaran, terintegrasi dengan pelajaran lain, atau masuk dalam Projek Penguatan Profil Pancasila (P5), khususnya pada tema gaya hidup berkelanjutan dan kearifan lokal. Pendekatan ini diyakini akan mendorong para siswa untuk mengenal lebih jauh tentang potensi pangan lokal di daerah mereka, sekaligus menanamkan nilai-nilai keberlanjutan sejak dini.
Langkah awal program ini diwujudkan melalui Lokakarya Peningkatan Kapasitas dan Pengarusutamaan Kurikulum Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim sebagai materi Muatan Lokal. Dalam lokakarya tersebut, tim pengembang kurikulum sepakat bahwa Kanpalo akan berdiri sendiri sebagai mata pelajaran. Mereka juga menyusun elemen-elemen penting dalam capaian pembelajaran, alur tujuan pembelajaran (ATP), dan bahan ajar yang akan digunakan.
Sebagai bentuk implementasi awal, uji coba kurikulum Kanpalo akan diterapkan di 34 sekolah di Kabupaten Bone 19 Sekolah Dasar (SD) dan 15 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk mendukung uji coba ini, pelatihan dan bimbingan teknis (bimtek) kepada para guru dan kepala sekolah di sekolah-sekolah terpilih menjadi fokus penting. Bimbingan teknis yang berlangsung pada 23-24 Oktober 2024 ini bertujuan agar para pendidik dapat memahami dan menguasai kurikulum dengan baik sebelum diterapkan secara lebih luas.
Program ini menunjukkan komitmen Kabupaten Bone dalam menjaga warisan budaya dan lingkungan, serta mengajak generasi muda untuk menjadi garda terdepan dalam melindungi bumi melalui pendidikan berbasis kearifan lokal.
Sebanyak 33 sekolah di Kabupaten Bone akan melaksanakan uji coba kurikulum muatan lokal (mulok) bertema “Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim” mulai November 2024. Program ini merupakan inisiatif dari Dinas Pendidikan (Disdik) Bone yang berkolaborasi dengan ICRAF Indonesia melalui kegiatan riset-aksi Land4Lives. Upaya ini bertujuan memperkuat ketahanan pangan masyarakat Bone di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata.
Peluncuran uji coba mulok ini menjadi penutup dari rangkaian Bimbingan Teknis yang berlangsung di Hotel Helios, Watampone, pada Kamis (24/10).
Sekretaris Dinas Pendidikan Bone, Nursalam, menjelaskan bahwa kurikulum ini akan diterapkan di 18 SD dan 15 SMP yang terpilih sebagai sekolah pelopor. “Mulok ini akan diuji dalam bentuk intrakurikuler dan juga melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5),” ujar Nursalam. Ia menambahkan, hasil uji coba ini akan dievaluasi sebelum diterapkan lebih luas di sekolah-sekolah lainnya.
Pengembangan kurikulum mulok pangan lokal telah dimulai sejak Maret 2024, melibatkan tim pengembang dari Disdik Bone yang diketuai oleh Nursalam, dengan anggota dari kalangan guru pelopor serta peneliti dari ICRAF Indonesia. Kerja sama ini bertujuan menciptakan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan lokal sekaligus tangguh terhadap dampak perubahan iklim.
Balgies Devi Fortuna, Research Assistant ICRAF Indonesia yang memiliki spesialisasi di bidang pangan dan gizi, menegaskan pentingnya pemahaman tentang pangan lokal dalam konteks ketahanan pangan. Ia menjelaskan bahwa pangan lokal berperan signifikan dalam mengatasi tantangan iklim yang berdampak langsung pada produktivitas pertanian. “Pangan lokal yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat memiliki ketahanan lebih baik terhadap hama, penyakit, dan cuaca ekstrem,” ungkap Balgies.
Menurutnya, pangan lokal juga memperkuat tiga dari empat pilar ketahanan pangan yang didefinisikan oleh FAO, yaitu kesediaan, akses, dan pemanfaatan. “Dengan memanfaatkan pangan lokal, masyarakat dapat mengurangi ketergantungan pada pangan impor, memperpendek rantai pasok, dan pada akhirnya turut mengurangi emisi karbon,” tambahnya.
Uji coba mulok ini juga tidak hanya menyasar siswa, tetapi juga melibatkan guru dan orang tua untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pangan lokal dalam menjaga ketahanan pangan. Melalui pendekatan pendidikan formal, proyek ini diharapkan dapat memberikan keterampilan praktis yang mendukung ketahanan pangan dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
ICRAF Indonesia melalui program Land4Lives berperan besar dalam pengembangan kurikulum ini. Land4Lives, sebuah kegiatan riset-aksi yang didanai oleh pemerintah Kanada, bertujuan untuk memperkuat ketahanan komunitas yang rentan terhadap perubahan iklim. Program ini dilaksanakan di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Di Sulawesi Selatan, lokus utama kegiatan berada di Kabupaten Bone, yang dikenal memiliki keragaman pangan lokal yang melimpah.
Land4Lives bermitra dengan 12 desa di Kabupaten Bone dalam rangka memperkuat penghidupan serta ketahanan pangan lokal. Dengan dukungan berbagai pihak, program ini berkomitmen mewujudkan masyarakat yang lebih tangguh dan adaptif terhadap perubahan iklim.
Langkah yang diambil oleh Disdik Bone dan ICRAF Indonesia melalui peluncuran kurikulum mulok Pangan Lokal ini merupakan bagian dari upaya besar untuk menciptakan generasi yang lebih sadar akan isu-isu pangan, lingkungan, dan ketahanan di masa depan. (*)