BONE–Berkat dari Universitas Andi Sudirman mahasiswa dari Universiti Utara Malaysia dan Universitas Hasanuddin merasakan pengalaman tak terlupakan saat melakukan kunjungan ke Sawange Desa Paccing Kabupaten Bone, tempat bersejarah pembuatan Songkok Recca. Songkok Recca, atau lebih dikenal sebagai Peci, merupakan bagian penting dari warisan budaya Bugis, dan Sawange adalah tempat pertama kali pembuatannya yang digunakan oleh bangsawan Bugis.
Kunjungan dimulai dengan sambutan hangat dari Camat Awangpone, Andi Kamaluddin, beserta jajaran pemerintah setempat. Para mahasiswa tidak hanya diberi penghormatan dengan pemasangan Songkok Recca dan Pengalungan Kain, tetapi juga diperkenalkan dengan proses pembuatan Songkok Recca yang memukau.
Proses dimulai dari pemilahan pelepah lontar yang baik, diikuti oleh pukulan-pukulan untuk mengeluarkan serat. Serat yang dipilih kemudian dihaluskan, dan mahasiswa turut menyaksikan cara mengayam Songkok sesuai pesanan hingga terbentuk. Tidak hanya itu, mereka juga diajarkan proses pewarnaan, finishing, hingga hasil akhir Songko To Bone siap dikirim ke pemesan.
Camat Awangpone, Andi Kamaluddin, menyampaikan bahwa Sawange bukan sekadar pusat pembuatan, tetapi tempat bersejarah di mana Songkok Recca digunakan oleh Raja-Raja Bone. Seiring waktu, Songkok Recca menjadi aset budaya Indonesia yang mendunia, bahkan dikenal hingga ke Eropa dan Amerika. Setiap tahun, kehadiran Songko Recca di Bone menjadi ciri khas dan kebanggaan bagi masyarakat setempat.
Kunjungan ini mendapat apresiasi dari pemerintah Kecamatan, diharapkan dapat memberikan makna yang terbaik dalam silaturahmi antarbudaya. Bagi masyarakat Bugis, penggunaan Songkok Recca menjadi kebanggaan, terutama di dunia perantauan.
Yang menarik, dalam perkembangan teknologi, bahan Songkok Recca kini dapat menggunakan tembaga dan emas. Meskipun teknologi telah menyentuhnya, pembuatan Songkok Recca tetap menjadi industri rumahan yang melibatkan tangan-tangan terampil dari berbagai usia. Bahkan, pejabat-pejabat dengan anggaran besar turut menggunakan Songkok Recca yang terbuat dari bahan mewah seperti tembaga dan emas.
Produksi Songkok Recca masih mempertahankan keaslian dengan menyentuhnya secara manual, berbeda dengan sarung yang sudah dapat diproduksi menggunakan mesin. Keuletan dan ketekunan tetap menjadi kunci utama dalam proses pembuatan ini, sehingga Songkok Recca tetap menjadi warisan berharga yang dipersembahkan oleh tangan-tangan terampil dari generasi ke generasi.
Dosen Pendamping Universiti Utara Malaysia Dr. Phil. Nor Azura binti A Rahman MA mengungkapkan kekagumannya terhadap keunikan budaya di Indonesia, terutama dalam hal pembuatan Songkok Recca di Bone. “Kami sangat tertarik dengan keterampilan membuat Songkok Recca. Di Kecamatan Awangpone, kami melihatnya tidak hanya sebagai seni, tetapi juga sebagai industri rumahan yang berkontribusi pada pelestarian budaya tradisional masyarakat,” jelasnya.
Karya Songkok Recca bukan hanya sekadar hasil seni, tetapi juga memiliki dampak ekonomi positif di komunitas setempat. Dr. Phil. Nor Azura binti A Rahman MA menekankan bahwa keberlanjutan industri ini membantu masyarakat melestarikan warisan budaya mereka. “Ini adalah contoh bagaimana seni dan tradisi lokal dapat menjadi kekuatan ekonomi, menjaga identitas budaya, dan mencegah kehilangan arah dalam menjaga warisan nenek moyang,” tambahnya. (*)